Intisari-online.com -Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengungkap keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Kini, keterlibatannya disebut akan berpengaruh pada kelangsungan kerajaan secara keseluruhan.
Mantan diplomat dalam pemerintahan Obama menilai kasus ini bisa membuat Lembaga Pengelola Investasi (SWF) dari kerajaan rentan terhadap sejumlah konsekuensi.
Pemerintahan Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Jumat (26/2/2021) merilis laporan intelijen yang sebelumnya digolongkan sebagai informasi rahasia oleh pemerintahan Donald Trump.
Laporan itu menilai Mohammed bin Salman (MBS) dari Arab Saudi menyetujui rencana untuk membunuh Khashoggi pada 2018.
SWF milik Arab Saudi, yang dikenal sebagai Dana Investasi Publik, diketuai oleh MBS.
Dalam laporan itu lembaga tersebut tampaknya berperan dalam membeli pesawat yang mengangkut para pembunuh Khashoggi ke Turki, tempat pembunuhan itu terjadi.
"Jika ini (SWF) masalahnya, itu bisa menjadi target sanksi hak asasi manusia AS.
"Itu bisa, pada gilirannya, bisa menciptakan gempa bumi secara ekonomi," menurut Joel Rubin, mantan wakil asisten menteri luar negeri melansir CNBC pada Jumat (26/2/2021).
Menurutnya, jika AS memutuskan pembunuhan Khashoggi sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terencana, maka para pelaku dan pendukung pembunuhan itu dapat dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang Magnitsky.
Undang-Undang Akuntabilitas Hak Asasi Manusia Magnitsky Global memberi wewenang kepada presiden untuk menjatuhkan sanksi ekonomi hingga membekukan aset apa pun di AS.
AS juga bisa menolak masuk orang asing yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau korupsi tersebut.
Bahkan sampai melarang orang AS berbisnis dengan terduga kasus pelanggaran HAM.
Undang-Undang Magnitsky telah digunakan untuk melawan kroni Presiden Rusia Vladimir Putin.
Putin menyebutnya, "Tindakan yang murni politis dan tidak bersahabat."
Tak lama setelah merilis laporan intelijen Jumat, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengumumkan melarang 76 orang dari Arab Saudi.
Dia menyebutnya "Larangan Khashoggi".
Blinken menambahkan bahwa AS tidak akan menoleransi individu yang mengancam atau menyerang aktivis, pembangkang, dan jurnalis atas nama pemerintah asing.
Namun, tidak ada tindakan langsung yang diambil terhadap MBS.
Pemerintah Saudi menolak temuan laporan AS tersebut.
Penggunaan Lembaga Pengelola Investasi, lazim di antara negara-negara kaya minyak.
Lembaga itu menyediakan “tempat berlindung” di mana negara-negara dapat menimbun kekayaannya dalam jumlah yang signifikan, dan menyimpan uang itu dalam peti yang dikendalikan sendiri.
Dana Investasi Publik yang diketuai MBS membantu menyangga negara-negara dari guncangan harga minyak yang berdampak pada posisi fiskal tahunannya.
Di saat yang sama cara ini juga membuat negara tersebut tahan terhadap tekanan keuangan eksternal.
Dana Investasi Publik memiliki aset lebih dari 360 miliar dollar AS (Rp 5,1 kuadriliun).
Jumlah fantastis itu menempatkannya sebagai lembaga pengelola investasi terbesar kedelapan di dunia, berdasarkan total aset.
"Dana Investasi Publik Saudi, yang hampir berumur lima dekade, sangat besar dan menjamin stabilitas keuangan jangka panjang untuk Kerajaan. Tapi itu juga bisa menjadi sasaran penggelapan, salah urus, dan korupsi," terang Rubin.
Pada 2018, NBC News mengetahui CIA menyimpulkan adanya keterlibatan MBS yang memerintahkan regu pembunuh membujuk Khashoggi ke konsulat Saudi di Istanbul, membunuhnya, dan memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian.
Kepada CNBC, Rubin mengatakan MBS sebagai pewaris mahkota Kerajaan Arab Saudi dengan ini juga akan riskan posisinya.
Kritikus politik dalam negerinya akan melihat Dana Investasi Publik negaranya terpapar terhadap potensi sanksi.
Mereka juga bisa menyorot kasus ini sebagai tanda lain dari kecerobohan dan kesediaan MBS untuk mempertaruhkan aset Saudi.
Bahkan menempatkan negara itu dalam persilangan internasional demi agenda pribadinya.
"Sektor swasta internasional, yang pada awalnya menjauhi Arab Saudi setelah pembunuhan Khashoggi, juga akan melihat ini sebagai kemunduran lain dalam “komunikasi publik” perusahaannya jika melanjutkan kerja sama dengan Saudi," kata Rubin.
Penggunaan dana dari SWF Arab Saudi juga bisa disorot dan bisa membuka dorongan untuk peningkatan pengawasan, tuntutan hukum, dan tindakan legislatif, terhadap aktivitas SWF Saudi.
Tuntutan itu bisa muncul baik dari aktor luar negeri yang menyimpan dananya di lembaga tersebut maupun dari aktor di dalam Saudi sendiri.
Namun kepada CNBC dalam program "The News with Shepard Smith", pengamat senior dari Brookings Institute Michael O'Hanlon menilai Presiden AS Joe Biden tidak akan menjadikan Arab Saudi "paria", karena itu akan menyiratkan pemutusan hubungan ekonomi dan militer yang dimiliki AS dengan Arab Saudi.
Meskipun demikian, Biden pada 2019 sempat mengatakan, "Kami akan membuat mereka (pembunuh Khashoggi) membayar atas kejahatannya, dan menjadikan mereka paria sebagaimana adanya mereka."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini