Intisari-online.com -Presiden AS Joe Biden terbilang sangat cepat mengejar pekerjaannya.
Pada 2 hari setelah ia resmi menjabat, ia menandatangani 17 perintah eksekutif, jauh lebih banyak daripada presiden AS lain dalam waktu yang sama.
Ia bergabung kembali dengan WHO dan perjanjian iklim Perancis, dan tunjukkan penyelesaian menggunakan kekuatan militer AS untuk mendukung keamanan di Laut China Selatan, Timur Tengah dan Taiwan.
Biden juga sudah menggunakan waktunya menelepon pemimpin negara lain dan melaksanakan pertemuan virtual G7 untuk mendemonstrasikan kembalinya AS sebagai mitra dan sekutu yang terlibat dan konstruktif.
Namun seperti semua rencana, banyak yang tidak terlaksana, seperti mantan perdana menteri Inggris Harold MacMillan menyebut, rencana berubah karena sesuatu yang sederhana dan tidak dapat dihindari: 'Peristiwa, anak-anak, peristiwa."
Aksi awal Biden tidak hanya keamanan dan keterlibatan kepemimpinan.
Ia juga bergerak cepat mengurusi isu-isu seperti pandemi Covid-19, mempercepat program vaksinasi Covid-19 dan berkomitmen 4 miliar Dollar AS dalam upaya internasional melalui COVAX Facility.
Untuk menggerakkan para warga kembali bekerja setelah vaksinasi, ia mendorong paket stimulus 1.9 triliun Dollar AS dan berinvestasi ulang dalam infrastruktur modern dan berkelanjutan.
Mengutip The Strategist, Biden masih mendapat 'jatah' mudahnya sebagai presiden, ia dan tim terdekatnya yang terdiri dari pembuat kebijakan berpengalaman dan penasihat yang siap untuk kursi kepemimpinan dan telah sangat siap mengeluarkan keputusan dan inisiatif.
Akan lebih banyak gerakan terencana dalam sisa waktu 100 hari pertama, tapi layaknya permainan catur, hal ini akan semakin sulit dari sini dan ia serta administrasinya harus mulai benar-benar memikirkan memerintah AS dan mengatur kondisi lingkungan global.
Tentu saja hal ini akan sangat dipahami oleh rekan-rekannya seperti Wakil Presiden Kamala Harris, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, koordinator Indo-Pasifik Kurt Campbell dan lainnya yang berkecipung di kebijakan luar negeri dan tim keamanan nasional.
Kudeta Myanmar dan program nuklir Iran sendiri sudah masuk ke agenda Biden.
Myanmar menjadi tes awal bagaimana retorika administrasi baru mengenai terpusatnya HAM dan kebebasan di rumah dan di luar negeri.
Hal ini tentunya akan berpengaruh dalam penggunaan kekuatan dan pengaruh AS.
Iran dan Myanmar adalah tantangan kebijakan yang serius, tapi tentu saja sudah jelas siapa tantangan sebenarnya: Xi Jinping.
Dan jika Biden merencanakan tindakan pembukanya, Xi Jinping tentunya juga merencanakan semuanya.
Sengaja tidak menunggu Biden benar-benar menjabat, Xi Jinping mengirim lusinan pesawat militer China untuk mencapai wilayah udara Taiwan 4 hari sebelum inagurasi 20 Januari.
Hari yang sama, Partai Komunis China loloskan UU baru yang bebaskan coastguard China gunakan kekerasan di wilayah China dan wilayah sengketa, seperti Laut China Selatan dan Laut China Timur, serta sekitar Taiwan.
Xi juga mendorong percepatan gerakan di Hong Kong, ia menangkap 55 aktivis pro-demokrasi.
Namun gerakan paling tegasnya adalah telepon pertamanya dengan Biden.
Xinhua memberitakan jika Xi meninggalkan semua ke Biden untuk memperbaiki hubungan setelah dirusak Donald Trump: Xi mengatakan agar dialog dilanjutkan dan kerjasama antara AS serta China juga dilanjutkan.
AS juga harus membuat hubungan mereka di jalan yang benar dengan menghindari konfrontasi dan paling penting, menekankan jika presiden As harus 'menghormati niat inti China dan bertindak baik'. Xi tidak menyerahkan apapun saat ia mendesak Biden mengikuti jalan kompromi agar menghindari konflik.
Meski begitu, mengejutkannya, Biden bisa menanggapinya dengan baik.
Biden menekankan kekhawatirannya atas aksi koersif China dan langkah ekonomi tidak praktis China, kekerasan di Hong Kong, pelanggaran HAM di Xinjiang, serta aksi asertif yang terus meningkat di wilayah, termasuk ke Taiwan.
Ia juga membicarakan potensi AS dan China bekerjasama menyelesaikan tantangan bersama, termasuk kesehatan global, perubahan iklim dan mencegah proliferasi senjata.
Merespon serangan Xi untuk kerjasama 'sama-sama menguntungkan' untuk AS dan China, Biden berkomitmen mengejar kerjasama praktis dan bertujuan pada hasil saat berkaitan dengan kepentingan warga AS dan sekutunya.
Inilah yang kemudian akan menjadi menarik. Selama 2020 dan 2 bulan 2021 ini, Xi tunjukkan ia lawan dari tipe presiden yang ia minta dari Biden.
Xi adalah pengambil risiko tingkat tinggi dan penjudi yang yakin dan tergesa menyemen posisinya di sejarah CCP.
Biden justru melakukan penawaran dan menunjukkan kehati-hati dan kerjasama sembari menghindari konfrontasi, yang mana malah membuat Xi akan mengambil risiko lebih besar, di Hong Kong, Xinjiang dan Taiwan.
Dalam 2 bulan pertama akan terlihat apakah tim Biden akan baik memainkan serangkaian langkah strategis, dan apakah Biden menolak panggilan sirene Xi untuk menyelesaikan hubungan Beijing dan Washington saja, dan membawa kekuatan dan suara sekutu AS dan mitra, dengan inti persatuan.
Kontras dengan desakan Xi, administrasi Biden perlu tunjukkan kapasitas pengambilan risiko positid dengan gerakan besar baru seperti mitra AS seperti Australia.
Istilah untuk hubungan AS-China, kompetisi ekstrim, adalah tanda baik jika Biden akan memahaminya.
Dari perspektif Indo-Pasifik, rencana Biden mereview pasukan global As dan strategi China tunjukkan janji baru.
Lebih banyak pasukan AS beroperasi dengan Australia melalui fasilitas yang diperluas, menjadi perkembangan positif bagi Australia, AS, dan keamanan regional.
Hal ini akan mengubah pandangan Xi dengan tidak terkira.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini