Intisari-online.com -Kabar mengejutkan datang dari pengadilan Amerika Serikat.
Melansir france24 dari AFP, pengadilan AS telah menuntut Korea Utara untuk membayar kerusakan yang terjadi pada kru dan keluarga kapal USS Pueblo.
Nama kapal ini jarang didengar, tapi rupanya banyak rahasia mengejutkan yang disimpan USS Pueblo.
Lantas, apa kaitannya dengan Korea Utara?
Melansir History, pada 23 Januari 1968, kapal USS Pueblo, kapal mata-mata Angkatan Laut AS, lakukan pengawasan rutin di pantai Korea utara ketika kapal itu kemudian tertangkap radar perahu patroli Korea Utara.
Menurut laporan dari AS, Pueblo berada di perairan internasional hampir 16 mil dari garis pantai.
Namun, Korea Utara menodongkan senjata mereka pada kapal dengan persenjataan minimum dan menuntut para pasukan AS itu menyerah.
Kru kapal berupaya untuk melarikan diri, dan pasukan Korea Utara justru mengobarkan api, melukai kapten kapal dan dua kru lainnya.
Dengan penangkapan sudah tidak terhindarkan, kru AS segera mengulur waktu, menghancurkan informasi rahasia di atas kapal.
Beberapa kru lain terluka.
Namun sayang, Pueblo kemudian berhasil diberangus Korea Utara, pasukan negara itu menumpangi Pueblo dan membawanya ke Wonson.
Di sana, penyiksaan pun dimulai.
Sebanyak 83 anggota kru diikat dan ditutup matanya serta diangkut ke Pyongyang.
Mereka semua dituduh sebagai mata-mata dalam batas teritorial 12 mil Korea Utara, lalu semuanya masuk ke penjara Korea Utara.
Penangkapan ini menjadi krisis terbesar dalam dua tahun ketegangan yang meningkat dan konflik kecil antara AS dan Korea Utara.
Pihak AS mempertahankan argumen jika Pueblo tetap berada di perairan internasional, dan menuntut pelepasan para pelaut tersebut.
Saat itu juga masih dalam ketegangan Perang Vietnam, dengan Serangan Tet berkecamuk 2000 mil ke selatan di Vietnam.
Presiden AS kala itu, Lyndon Johnson tidak memerintahkan pembalasan langsung, meskipun begitu AS mulai saja membangun militer di area tersebut.
Awalnya para kru Pueblo yang ditangkap menolak tuntutan penandatanganan pengakuan palsu.
Mereka mengangkat jari tengah mereka ke kamera dan memberi tahu orang Korea Utara jika hal itu adalah "tanda keberuntungan Hawaii".
Kondisi berubah mengerikan setelah Korea Utara mengetahui kebenaran, mereka kemudian dihukum dengan cara dipukul, suhu dingin dan kurang tidur.
Akhirnya otoritas Korea Utara mengutarakan pengakuan dan permintaan maaf kepada kapten Pueblo Bucher, yang menyatakan "Aku tidak akan pernah menjadi bagian aksi serangan tidak hormat macam ini."
Seluruh sisa kru juga menandatangani pengakuan mereka diancam siksaan berat.
Para tahanan dibawa ke penjara kedua di desa dekat Pyongyang.
Di sana, mereka dipaksa belajar bahan-bahan propaganda dan dipukuli karena tidak mematuhi aturan penjara.
Pada bulan Agustus, otoritas Korea Utara memalsukan konferensi berita palsu di mana tahanan memuji perlakuan baik dari Korea Utara, meski begitu tahanan Amerika menggagalkan hal itu dengan memasukkan sindiran dan bahasa sarkastik ke dalam pernyataan mereka.
Beberapa narapidana juga memberontak dalam pemotretan, dan mengacungkan jari tengah dengan santai karena Korea Utara tidak mengerti isyarat tersebut.
Akhirnya, Korea Utara menangkap dan memukuli tahanan itu selama seminggu.
Akhirnya pada 23 Desember 1968 negosiator AS dan Korea Utara mencapai penyelesaian untuk menyelesaikan krisis.
AS mengakui adanya intrusi kapal ke wilayah Korea Utara, meminta maaf atas tindakan itu dan berjanji untuk menghentikan tindakan itu di masa mendatang.
Ada satu tahanan yang meninggal dunia, dan 82 kru lain berjalan satu per satu sebrangi "Bridge of No Return" di Panmunjon menuju Korea Selatan.
Mereka menjadi pahlawan dan pulang ke AS saat libur Natal.
Tuntutan AS tapi belum berhenti saat itu.
Pengadilan federal Washington dikabarkan AFP menuntut 1.15 miliar Dollar AS untuk para kru yang selamat dan keluarga mereka.
Tuntutan itu senilai dengan 16 Triliun Rupiah.
Hal ini diklaim AS karena para kru yang selamat pulang dalam kondisi mengerikan.
Dampak dari penyiksaan yang dilakukan Korea Utara juga tidak main-main, merusak fisik dan psikologi mereka.
Pertemuan kapal AS dengan pasukan Korea Utara itu sendiri terjadi saat operator Korea Utara memasuki Korea Selatan untuk mencoba membunuh presiden Park Chung-hee.
Upaya itu gagal, tapi ada sejumlah warga Korea Selatan terbunuh.
Dengan ditambah ada kru USS Pueblo yang ditangkap, Korea Selatan kesulitan merespon tindakan Korea Utara secara militer.
Kapal Pueblo sendiri kini masih ada di Korea Utara, karena dipertahankan mereka dan dijadikan museum.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini