Tinggal di Tengah Kepungan Miliarder Dadakan di Tuban, Inilah Tarsimah Keluarga Pas-pasan yang Tak Dapat Sepeserpun Rejeki Nomplok dari Pembabasan Lahan Pertamina

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Baru-baru ini viral warga satu desa berbondong-bondong memborong mobil baru. Faktanya, Tarsimah tidak ikut merasakannya.
Baru-baru ini viral warga satu desa berbondong-bondong memborong mobil baru. Faktanya, Tarsimah tidak ikut merasakannya.

Intisari-Online.com - Baru-baru ini viral warga satu desa berbondong-bondong memborong mobil baru.

Ya, desa tempat tinggal Tarsimah menjadi bahan perbincangan setelah sejumlah warganya mendapatkan rezeki nomplok setelah menjual tanahnya.

Namun di balik kisah bahagia itu, ada juga yang tak mendapat rezeki nomplok.

Faktanya, Tarsimah tidak ikut merasakan hal tersebut.

Baca Juga: Ketiban Rejeki Nomplok Rp9,7 Miliar, Pria dari Desa Tuban Ini Malah Ogah Ikut-ikutan Kalap Beli Mobil Seperti Tetangganya, Uangnya Justru Digunakan untuk Hal Ini

Ia hanya bisa mendengar suara riuh dari para tetangganya yang menjual lahan untuk proyek kilang minyak Grass Root Refinery (GRR), patungan Pertamina-Rosneft asal Rusia.

"Tidak dapat apa-apa saya, ya hanya lihat orang yang jual tanah saja pada senang," katanya ditemui di rumah, Jumat (19/2/2021).

Ia mengaku, tak punya lahan untuk dijual ke perusahaan plat merah, hingga dia hanya menyaksikan keriuhan di kampungnya saat orang ramai-ramai beli mobil.

Bahkan jangankan tanah, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja ia harus bertahan dengan bantuan dari pemerintah.

Baca Juga: Jauh Lebih Merana Daripada Pria, Wanita Muda di Jepang Putus Asa dan Sebabkan Tercatat Rekor Suram Bunuh Diri Meningkat di Tengah Pandemi Covid-19, 'Aku Sangat Kesepian Aku Ingin Menghilang'

Di dinding depan rumahnya, tertempel pamflet penerima bantuan pangan non tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).

"Tidak punya tanah, ya hanya rumah ini. Saya dan suami sudah tidak kerja, dapat bantuan dari pemerintah," ujarnya.

Di rumah itu ia tinggal bersama Parman (70) suaminya, yang kini mengalami sakit tidak bisa jalan.

Kondisi itu membuatnya harus tetap bertahan dengan segala keterbatasan.

Baca Juga: Kisah Lengkap Junko Furuta yang Jadi Korban Penculikan Antek Yakuza: Disiksa, Dirudapaksa hingga Dibunuh dengan Sadis

Ia juga bercerita saat ini kedua anaknya sudah tidak tinggal serumah, melainkan telah berkeluarga. Ada yang tinggal di luar kota.

"Ya seadanya bertahan, melihat tetangga pada jual tanah ya saya tidak bisa apa-apa, tidak punya lahan untuk dijual juga," ungkap sambil bersandar di pintu masuk.

Sementara itu, pendamping Bantuan Sosial Pangan (BSP) atau Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Jenu, Imron mengatakan, sebelumnya ada 288 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT di Desa Sumurgeneng.

Namun, setelah diverifikasi atas viralnya kampung miliarder, ditemukan 27 KPM yang dianggap sudah mampu karena telah menjual lahan ke Pertamina.

Baca Juga: Saksikan Kenyataan di Desa 'Pemborong' Mobil, Presdir Pertamina Rosneft Justru Sedih dan Prihatin, 'Saya yang Salah Karena Tidak Mengawal dan Mendampingi Mereka'

Kemudian mereka yang dianggap sudah mampu dicoret sebagai penerima BPNT melalui aplikasi sistem informasi kesejahteraan sosial next generation (SIKS-NG).

"Sudah diverifikasi oleh petugas, yang mendapat ganti untung lahan harus dikeluarkan dari penerima BPNT," tutup Imron.

Kepala Desa Sumurgeneng, Gihanto menyatakan, hingga kini sejak pencairan penjualan tanah warga untuk proyek kilang minyak Grass Root Refinery (GRR), sudah ada 176 mobil baru yang dibeli.

Mobil yang dibeli warga itupun berbagai macam jenis, seperti Toyota Kijang Innova, Honda HR-V, Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero dan Honda Jazz.

Baca Juga: Banjir Jakarta, Sejarah Mencatat 'Penyakit Tahunan' Ini Sudah Terjadi Bahkan Sejak Zaman Tarumanegara hingga Sekarang

"Sudah ada 176 mobil baru yang datang, itu tidak langsung bersamaan, yang datang bareng ya 17 mobil minggu kemarin," ujarnya.

Gihanto menambahkan, ada 840 KK warga di desanya, namun yang lahannya dibeli perusahaan plat merah sekitar 225 KK.

Harga yang diterima warga untuk penjualan tanah per meter mulai dari Rp 600-800 ribu. Sehingga penjualan yang didapat warga rata-rata mencapai miliaran rupiah.

Untuk penjualan tanah paling sedikit Rp 36 juta, paling banyak warga sini Rp 26 miliar, sedangkan ada warga luar mendapat Rp 28 miliar.

Baca Juga: Tak Mau Rugi Besar Didepak dari Program Jet Tempur F-35, Turki Rogoh Kocek Rp10,5 Miliar Sewa Firma Hukum Internasional untuk Bujuk Amerika

"Kalau rata-rata Rp 8 miliar, satu rumah ada yang beli 2-3 mobil. Sisanya buat beli tanah lagi, tabungan, bangun rumah dan usaha," pungkasnya.

Sekadar diketahui, lahan warga dihargai apraisal Rp 600-800 ribu per meter, menyesuaikan lokasi.

Kebutuhan lahan untuk pembangunan kilang minyak GRR seluas 821 hektare.

Rinciannya, lahan warga 384 hektare, KLHK 328 hektare dan Perhutani 109 hektare.

Baca Juga: Militer Pakistan Makin Gagah Berkat China: Mampu Hadirkan Al Khalid Si Raja Medan Perang, Seperti Apa Kolaborasi Pakistan-China Ini?

Investasi kilang minyak dengan nilai 16 miliar USD atau setara 225 triliun itu rencananya akan beroperasi di 2026.

Kilang GRR ditarget mampu produksi 300 ribu barel per hari.

Minyak bumi atau petroleum - bahan bakar fosil yang merupakan bahan baku untuk bahan bakar minyak, bensin dan banyak produk-produk kimia - merupakan sumber energi yang penting karena minyak memiliki persentase yang signifikan dalam memenuhi konsumsi energi dunia.

(*)

Artikel Terkait