"Dia bisa menjadi ahli matematika jenius, musisi atau tentara yang brilian."
"Di mana dia dapat bertarung tanpa rasa takut, tanpa penyesalan, dan tanpa rasa sakit."
Lalu bagaimana dengan China?
Tahun lalu, mantan Direktur Intelijen Nasional (DNI) AS, John Ratcliffe menuduh China secara blak-blakan.
"China telah melakukan pengujian manusia pada anggota Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dengan harapan mengembangkan tentara dengan kemampuan yang ditingkatkan secara biologis."
"Tidak ada batasan etis untuk mengejar kekuasaan di Beijing," tulisnya di Wall Street Journal.
Tapi China menyebut artikel itu bohong dan tidak benar.
Ambisi vs kenyataan
Memiliki seorang prajurit super dalam barisan pasukan militer adalah prospek yang menggiurkan bagi militer.
Bayangkan memiliki seorang prajurit yang dapat menahan rasa sakit, kedinginan yang ekstrim, atau kebutuhan untuk tidur, tentu sangat cocok di medan perang.
Dan banyak yang percaya China menuju ke arah sana.
Dilansir dari BBC pada Senin (8/2/2021), sebuah makalah tahun 2019 dari dua akademisi AS mengatakan bahwa militer China "secara aktif mengeksplorasi" teknik-teknik seperti pengeditan gen, kerangka luar, dan kolaborasi manusia-mesin.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR