Awalnya Diejek Sampai Akhirnya Kalahkan Ilmuwan, Yacouba Sawadogo Mampu Hijaukan Gurun Gersang di Afrika Barat Sendirian Selama 30 Tahun

Tatik Ariyani

Penulis

Yacouba Sawadogo
Yacouba Sawadogo

Intisari-Online.com-Pernah dengar tentangYacouba Sawadogo?

Yacouba Sawadogo adalah seorang pria yang nyaris seorang diri selama 30 tahun menghijaukan gurun gersang di Afrika Barat.

“The man who stopped the dessert”alias laki-laki yang menghentikan penggurunan, begitulah orang-orang menyebutnya.

Yacouba dianggap mampu memecahkan krisis yang bahkan tidak bisa dilakukan oleh ilmuwan atau lembaga pembangunan manapun.

Baca Juga: Inilah Keluarga Lykova, 42 Tahun Kabur dari Peradaban dan Tinggal di Hutan Belantara yang Dipenuhi Hewan Buas, Beginilah Kondisinya Saat Ditemukan

Yacouba melakukan itu semua dengan teknik yang sangat sederhana.

Over-pertanian dan over-populasi selama bertahun-tahun mengakibatkan erosi tanah parah dan pengeringan di wilayah yang terletak di utara Burkina Faso itu.

Meskipun banyak peneliti baik nasional maupun internasional didatangkan untuk mengatasi persoalan ini, nyatanya mereka tidak banyak membantu.

Hingga akhirnya Yacouba memutuskan untuk mengambil masalah ini sendirian pada 1980.

Baca Juga: Penyergapan Komunis Sangat Sulit Dilawan, Ini Alasan Mengapa Vietnam Utara Begitu Mematikan dalam Pertempuran di Hutan

Alih-alih mendapat sambutan baik dari warga sekitar, Yacouba justru mendapat ejekan. Metode yang ia terapkan menjadi bahan tertawaan.

Yacouba Sawadogo
Yacouba Sawadogo

Tapi ketika teknik-teknik yang ia praktikkan berhasil, mereka, para pencibir itu, terpaksa dan duduk dan memperhatikannya.

Tanpa banyak yang tahu, Yacouba menghidupkan kembali teknik pertanian Afrika kuno yang disebut “Zai”, dan teknik itulah yang membuatnya berhasil menghijaukan kembali tanah yang bertahun-tahun gersang itu.

Zai adalah teknik pertanian yang sangat sederhana dan murah. Dengan menggunakan sekop atau kapak, lubang-lubang kecil digali di tanah dan mengisinya dengan kompos.

Bibit pohon, milliet, atau sorghum, kemudian ditanam di kompis itu. Lubang akan menampung air ketika penghujan, sehingga mampu mempertahankan kelembaban dan nutrisi ketika kemarau datang.

Dengan aturan Zai, Yacouba akan menyiapkan lahan-lahan di musim kemarau—ini kebalikan dari praktik lokal.

Petani-petani lainnya dan bahkan pemilik tanah sempat menertawakannya, tapi mereka segera menyadari bahwa orang yang tertawai sangat jenius.

Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Ditinggalkan Portugis Justru Terjadi Perang Saudara, Bumi Lorosae Terpecah Belah, Salah Satunya Ingin Bergabung dengan Indonesia

Dan hanya dalam 20 tahun, Yacouba berhasil mengkonversi daerah yang dulunya gersang menjadi hutan 30 acre dengan lebih dari 60 jenis pohon.

“Puluhan ribu hektar lahan-lahan yang awalnya tidak produktif dibuatnya kembali produktif berkat teknik Yacouba,” ujar Chris Reji, spesilis manajemen sumber daya alam Center for International Cooperation.

Cara Yacouba Sawadogo hijaukan gurun gersang.
Cara Yacouba Sawadogo hijaukan gurun gersang.

Difilmkan

Yacouba tidak mau menyimpan metodenya seorang diri. Sebaliknya, ia akan berbagi kepada siapa pun yang mau belajar metode tersebut.

Ia akan menyambut baik para petani dari desa tetangga yang ingin belajar kepadanya.

“Jika Anda tinggal di sudut sempit diri Anda sendiri, seluruh pengetahuanmu tidak akan berguna sama sekali,” tegasnya.

Baca Juga: Pemerintahannya Diruntuhkan Militer Myanmar, Siapa Sangka Myanmar Hampir Jatuh dalam Perangkap Utang China, Segini Jumlah Utangnya Ke Tiongkok

Pada 2010, seorang pembuat film yang banyak memenangi penghargaa, Mark Dodd, membuat film dokumenter berdasarkan cerita Yacouba dengan judulThe Man Who Stopped Desert.

Film itu bercerita tentang seorang laki-laki yang menyelamatkan ribuan petani seorang diri di seluruh wilayah Sahel Afrika.

Wilayah Sahel Afrika merupakan salah satu wilayah paling parah mengalami penggurunan di dunia.

Lebih dari itu, film itu juga sebagai anti-tesis gagasan yang menyebut bahwa orang-orang Afrika membutuhkan bantuan asing untuk memecahkan masalah mereka.

Film itu seolah menyampaikan pesan, “Yang bisa memecahkan masalah orang-orang Afrika adalah mereka sendiri.”

(Moh Habib Asyhad)

Artikel Terkait