Intisari-Online.com - Ethiopia merupakan negara Benua Afrika yang hadir dalam Konferensi Asia untuk Indonesia tahun 1949 di New Delhi, India.
Untuk meredakan konflik berdarah Indonesia-Belanda yang berlangsung sejak 1945, India mengajak negara-negara Asia untuk mengadakan Konferensi Asia.
Namun rupanya, bukan hanya negara-negara Asia yang ikut bergabung dalam konferensi tersebut.
Sejumlah negara luar Asia juga ikut menjadi peserta konferensi yang belangsung pada tanggal 20-25 Januari 1949 tersebut.
Selain Ethiopia dari Benua Afrika, hadir pula Australia dan New Zealand.
Adapun negara-negara Asia peserta Konferensi Asia 1949, yaitu Mesir, Saudi Arabia, Irak, Iran, Yaman, Afganistan, Lebanon dan Suriah (Negara Arab).
Kemudian Cina dan Mongolia (Negara Asia Tengah dan Timur). Juga India, Nepal, Srilanka dan Pakistan (Negara Asia Selatan).
Sementara Negara Asia Tenggara, di antaranya Myanmar, Vietnam, Thailand dan Filipina.
Konferensi Asia 1949 diprakarsai oleh Perdana Meneteri India, Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma, U Aung San.
Itu terjadi pasca Agresi Militer Belanda II tahun 1948.
Belanda tetap bersikeras melancarkan Agresi Militer II melanggar dan Perjanjian Renville, meski PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi dan upaya penyelesaikan konflik.
Hal itu pun membuat PBB mengambil sikap tegas. PBB membentuk United Nations Commisions for Indonesia (UNCI) untuk menghentikan sengketa Indonesia-Belanda.
Juga menuntut pemerintah Belanda untuk melakukan penyerahan kedaulatan secara penuh kepada Indonesia sebelum 1 Juli 1950.
Hal serupa dicapai oleh Konferensi Asia 1949, bahkan menuntut penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia jauh lebih cepat dari tuntutan PBB, yaitu paling lambat 1 Januari 1950.
Selain menuntut penyerahan kedaulatan, berikut ini isi resolusi New Delhi lainnya mengenai masalah Indonesia:
Tentang Konflik Indonesia-Belanda
Konflik antara Indonesia dan Belanda terjadi pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Hal itu disebabkan oleh keinginan Belanda untuk kembali berkuasa di wilayah Indonesia.
Saat itu, kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II berakibat pada hilangnya daerah kekuasaan Jepang di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Inggris ditunjuk oleh aliansi Sekutu untuk melucuti, memulangkan tentara Jepang di Indonesia.
Namun, kedatangan pasukan Sekutu ini ternyata diboncengi oleh NICA (Netherland Indies Civil Administration – pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang ingin kembali berkuasa atas wilayah Indonesia.
Kedatangan NICA di Indonesia mendapat penolakan dan perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah yang ingin mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Belanda menyebabkan konflik yang berkepanjangan.
Konflik antara Indonesia-Belanda berlangsung dari September 1945 -Desember 1949.
Baca Juga: Afrika Selatan 'Terseret' Konflik Israel-Palestina dalam Skandal Visa Kejahatan Kembar Ini Pemicunya
Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I (1947) dan Agresi Militer Belanda II (1948) dengan tujuan meruntuhkan pemerintahan Republik Indonesia.
Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda, pemerintah Indonesia menempuh jalur pertempuran fisik dan diplomasi.
Sejumlah perjanjian ditandatangani Indonesia dan Belanda dalam rangka penyelesaian konflik tersebut, di antaranya Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem Royen hingga terakhir Konferensi Meja Bundar (KMB).
KMB kemudian mengantarkan pada penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia setelah konflik panjang di antara keduanya.
Baca Juga: Singkirkan China dan Korea Utara, Iran Bakal Jadi Negara yang Paling Menguji Kepemimpinan Joe Biden
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari