Intisari-Online.com - Sekitar bulan Juni tahun lalu, mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad berniat maju kembali menjadi perdana menteri setelah sebelumnya mengundurkan diri dari jabatan yang sama.
Jika terpilih, Mahathir akan menjadi perdana menteri yang ketiga kalinya.
Dikutip dari Malay Mail, Selasa (23/6/20210, Mahathir berujar bahwa dia ingin menjadi PM Malaysia lagi demi "memperbaki" dugaan korupsi dari pemerintahan Muhyiddin dan Najib.
Kemudian, Selasa (15/12/2020) lalu, Mahathir mengadakan konferensi pers bersama dan mengumumkan bahwa dirinya siap membentuk koalisi baru jika parlemen negara gagal mengeluarkan anggaran.
Mengutip SCMP, Mahathir memperkenalkan koalisinya sebagai "pemerintahan persatuan" seraya mengatakan kesiapannya menjadi PM kembali.
Mahathir mengatakan, "Anda bisa menyebutnya 'pemerintahan persatuan' jika Anda mau. Kalau saya punya cukup suara, saya tidak keberatan jadi PM."
Selain itu, Mahathir yakin bahwa koalisi barunya ini telah menemukan siasat baru dalam menghadapi permasalahan negaranya ke depan.
Mahathir telah berupaya dengan keras untuk memperoleh kembali posisi perdana menteri.
Namun, Mahathir justru dilaporkan masuk ke dalam daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi.
Daftar itu dikeluarkan oleh Counter Extremism Project (CEP), organisasi non-profit yang berbasis di New York, AS.
Mahathir berada di peringkat 14, bersama dengan sosok yang dianggap teroris di dunia.
Dalam ulasannya, CEP menuturkan bahwa Mahathir masuk dalam daftar 20 Ekstremis Paling Berbahaya di Bumi karena dianggap sosok kontroversial.
"Mahathir kerap mengkritisi negara Barat, komunitas LGBT, dan masyarakat Yahudi," ulas CEP dikutip dari World of Buzz Senin (11/1/2021).
Organisasi non-profit itu menerangkan, pada 2019 Mahathir sempat menyebut ekstremisme bakal menyebar ke Asia Tenggara.
Dia menyebut, skenario itu akan terjadi karena pemerintah gagal membendung gelombang milisi yang berbondong-bondong ke kawasan tersebut.
Mereka juga menyoroti pernyataan mantan PM berusia 95 tahun itu saat seorang guru di Perancis dipenggal pada Oktober 2020.
Guru yang bernama Samuel Paty itu dibunuh Abdoullakh Anzorov, karena menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.
Saat itu, Mahathir Mohamad menyebut "Muslim berhak marah dan membunuh jutaan orang Perancis untuk pembantaian di masa lalu".
Selain itu,Mahathir juga mengritisi Israel, dugaan dia anti-Semit, dan mendukung pemerintahan mandiri di Mindano, Filipina.
CEP menjelaskan, memang mantan PM Malaysia periode 1981-2003 itu tak bertanggung jawab untuk kekerasan tertentu.
"Namun, opini kontroversialnya menyebabkan kecaman internasional karena diduga dia mendukung kekerasan ekstremis melawan Barat."