Intisari-Online.com - Mossad, agen intelijen Israel, didirikan untuk melindungi negara itu dari serangan luar negeri.
Sampai saat ini, Mossad telah melakukan banyak operasi untuk membunuh targetnya dan sering pula dilakukan dengan cara yang sadis.
Ketika Mossad salah sasaran dalam membunuh targetnya, mereka punya cara jitu untuk mengelak yakni dengan cara 'bungkam seribu bahasa'.
Pembunuhan seorang pemimpin Hamas di sebuah kamar hotel Dubai telah menjadi berita utama di seluruh dunia karena rumor dan spekulasi berputar-putar tentang tim yang diduga membunuhnya.
Melansir CNN (20/2/20120), Media dan komunitas intelijen menunjuk agen mata-mata Israel, Mossad, sebagai yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.
Mossad tutup mulut tetapi mereka memiliki sejarah operasi di Timur Tengah, Amerika Selatan dan Eropa.
Kepala polisi Dubai mengatakan kepada surat kabar yang berbasis di Abu Dhabi, The National, dia yakin bahwa regu pembunuh Mossad berada di balik pembunuhan Mahmoud al Mabhouh.
Mahmoud Abdel Rauf al-Mabhouh adalah kepala logistik dan pengadaan senjata untuk sayap militer Hamas, Brigade Izz ad-Din al-Qassam.
Di Israel, editorial telah beralih dari menanyakan apakah Mossad bertanggung jawab ke menanyakan apakah Mossad telah membuat kesalahan.
Sebuah editorial di surat kabar The Haaretz berbunyi: "Pembunuhan tidak efektif atau legal dan terkadang tidak bermoral - ketika targetnya adalah seorang pemimpin politik atau seseorang yang bisa saja ditahan."
Tapi Mossad dan pemerintah Israel tetap berpegang pada kebijakan ambiguitas - tidak membenarkan atau menyangkal peran dalam pembunuhan Mahmoud al-Mabhouh.
Dengan tetap diam, kemungkinan dampak internasional akan berkurang dan setiap badan intelijen di dunia suka membuat musuh-musuhnya menebak-nebak.
Tetapi banyak operasi di masa lalu telah dikaitkan ke Mossad.
Tidak diragukan lagi, salah satu pencapaian terbesar Mossad adalah menangkap Adolf Eichmann, seorang di balik Holocaust.
Eichmann ditangkap di Argentina pada tahun 1960 dan dibawa ke Israel di mana dia diadili dan dieksekusi pada tahun 1962.
Ini masih merupakan satu-satunya saat Israel melaksanakan hukuman mati.
Rafi Eitan, kepala misi Mossad, mengatakan kepada CNN: "Kami bisa saja membunuhnya dengan mudah tapi kami ingin membawanya ke pengadilan. Itu jauh lebih sulit."
Pada tahun 1972, di Olimpiade di Munich, Jerman, teroris Palestina membunuh dua atlet Israel dan menyandera sembilan orang lagi, menuntut pembebasan 200 warga Palestina.
Israel menolak dan para atlet itu tewas dalam upaya penyelamatan yang ceroboh oleh militer Jerman di bandara.
Peristiwa itu kemudian dikenal sebagai pembantaian Munich dan Golda Meir.
Perdana Menteri Israel saat itu, berkata: "Jelas sekali itu diorganisir dengan sangat baik oleh para teroris dan anak buah kami telah membalasnya."
Meir secara luas diyakini telah memerintahkan Mossad untuk melacak para pembunuh.
Satu tahun kemudian, tiga warga Palestina tewas di Beirut termasuk Mohammad Yusuf al-Najjar, kepala Black September, kelompok militan yang melakukan serangan itu.
Selama beberapa tahun berikutnya, segelintir orang Palestina lainnya yang diyakini terlibat juga dibunuh.
Tetapi di Lillehammer, Norwegia, agen Mossad membunuh orang yang salah.
Mossad membunuh seorang Maroko yang tidak ada hubungannya dengan serangan itu.
Lima agen ditangkap dan dipenjarakan kemudian dibebaskan ke Israel dua tahun kemudian.
Dr. Ronald Bergman, pakar Mossad dan penulis "The secret war with Iran" mengatakan kepada CNN: "Selama bertahun-tahun Mossad mendapatkan reputasi sebagai badan intelijen yang efisien dan kejam dengan - kutipan - izin untuk membunuh."
Namun upaya untuk meracuni pemimpin Hamas Khaled Meshaal di Yordania pada tahun 1997 gagal total.
Agen Mossad ditangkap dan mendiang Raja Hussein dari Yordania memaksa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengirim obat penawar untuk menyelamatkan Meshaal dan membebaskan pemimpin spiritual Hamas, Sheikh Yassin.
Yassin tewas pada tahun 2004 ketika mobilnya terkena rudal yang ditembakkan dari helikopter militer Israel.
Danny Yatom adalah kepala Mossad pada saat itu dan memerintahkan serangan Meshaal.
Dia mengatakan kepada CNN bahwa dia tidak menyesali upaya pembunuhan itu, hanya menyesali fakta upaya itu gagal.
"Saya pikir tidak ada teroris yang bisa menikmati kekebalan dan mereka harus tahu bahwa dunia bebas akan mengejar mereka jika mereka terus melakukan serangan teror."
Yatom setuju dengan kebijakan Mossad untuk tidak mengomentari operasi.
“Semuanya harus disembunyikan karena itu adalah operasi yang melanggar hukum di wilayah lain mana pun,” katanya.