Intisari-online.com -Kim Jong-Un sama sekali tidak senang dengan pemulihan ekonomi negaranya.
Dilaporkan dari The Australian, pemimpin Korea Utara itu mulai lakukan penanganan berisiko untuk ekonomi Korea Utara.
Bahkan, ia mengeksekusi penjual kurs Korea Utara.
Ia juga mengancam mengembalikan reformasi pasar saat ia mencoba mengurangi keparahan ekonomi yang disebabkan karena mengisolasi negaranya dari virus Corona.
Ketakutan karena pandemi telah membuat Korea Utara menutup hampir seluruh negaranya dari China, yang menjadi satu-satunya mitra dagang penting bagi Korea Utara.
Sejak ditutup, impor dari China berkurang drastis dan menyebabkan harga pangan di dalam negeri meningkat.
Untuk mencegah inflasi tidak terkendali, pemerintah tampaknya sengaja menaikkan nilai mata uang.
Cara ini diterapkan salah satunya dengan menangkap pedagang mata uang yang menukar Dolar dengan Won Korea Utara.
Dilaporkan oleh badan intelijen Korea Selatan bulan lalu, satu orang telah dieksekusi karena ini.
Setelah menghadapi kelonggaran ekonomi tidak terduga dan membatasi pembebasan pasar bebas, Kim Jong-Un mulai lakukan pengendalian dari kelas kapitalisme di negaranya.
"Sejarah Korea Utara sejak akhir tahun 1980-an dapat dilihat sebagai rantai siklus, dengan pemerintah Korea Utara bergerak maju mundur antara kebijakan pro-pasar dan kontra dengan pasar, membuat belokan setiap lima sampai tujuh tahun," ujar Andrei Lankov, analis yang menulis di situs NK News.
"Untuk beberapa waktu tampaknya Kim Jong-Un akan menghancurkan siklus itu, tapi berita terbaru tunjukkan hal itu kemungkinan tidak terjadi."
Korea Utara dilaporkan telah menutup perbatasan sejak Januari 2020 untuk menghindari penularan virus.
Mereka juga bersikeras bahwa negaranya tidak memiliki kasus Covid-19.
Para ahli mengatakan hal ini tidak mungkin karena virus itu merebak dari China dan Korea Utara mengandalkan China untuk perdagangan.
Bukan rahasia jika ekonomi Korea Utara sama buramnya seperti hubungan negara itu.
Penilaian ekonomi mereka sebagian besar didasarkan pada angka perdagangan luar negeri, penilaian intelijen Korea Selatan, anekdot dan dugaan-dugaan.
Meski begitu, kerusakan yang terjadi tahun ini memang tampak sangat jelas.
Saat ini, lebih dari perdagangan eksternal Korea Utara ditopang China, sebesar lebih dari 90%, dan dari statistik Beijing tunjukkan angka itu telah turun tahun ini sebanyak tiga perempatnya.
Oktober kemarin semua perdagangan ditutup, dan angka perdagangan jatuh 99% dari bulan sebelumnya.
Gambaran statistikal ini didukung dengan gambar satelit yang tunjukkan kapal perdagangan Pyongyang akhirnya berlabuh.
Pihak independen mengerstimasi penurunan ekonomi bervariasi dari 8,5% sampai 10% atau lebih, lebih buruk dari 1992, saat ekonomi Korea Utara memburuk sampai 7,1% akibat bencana kelaparan yang membunuh jutaan orang.
Sepertinya, perdagangan informal dan penyelundupan berlanjut di sepanjang 880 mil perbatasan barat Korea Utara dengan China, meskipun perintah tembak mati melawan para penyelundup akan menggagalkan tindakan itu.
Hal ini menjadi kelemahan negara itu, Korea Utara selama ini tidak pernah mengupayakan memberi makan rakyatnya sendiri dan selalu bergantung pada impor.
Baca Juga: Korea Utara Bakal Jadi Masalah Besar, Amerika Terpaksa Pepet China untuk Menakhlukannya, Tapi...
Organisasi Korea Selatan yang memonitor data ekonomi berdasarkan informasi yang ditutupi dari dalam Korea Utara, melaporkan kenaikan harga untuk jagung, gula dan kacang kedelai, meskipun nasi harganya bisa diatur pemerintah.
Mereka juga laporkan kenaikan nilai Won.
Tahun 2009 Korea Utara melakukan revaluasi mata uang mereka, yang menghapuskan tabungan.
Sejak saat itu banyak warganya menyimpan uang mereka di mata uang asing.
Secara teknis ilegal untuk menukar uang selain dengan tarif resmi yang tidak menguntungkan, tapi praktiknya dilakukan secara terbuka dan tanpa penalti.
Oktober kemarin, pemerintah memberi tahu beberapa diplomat asing dan pekerja bantuan di Pyongyang jika mereka tidak dapat lagi menukar lebih dari 100 Dolar sehari, yang membuat organisasi internasional semakin sulit untuk beroperasi.
Sejak saat itu, Won melonjak sebesar 23% terhadap Dolar dan 40% terhadap Yuan Tiongkok, tunjukkan intervensi pemerintah.
Sementara itu, secara terpisah aturan baru yang mengatur perilaku pasar lokal telah bocor.
Di bawah Kim, perusahaan-perusahaan yang dikelola negara telah diberi kebebasan untuk berfungsi sebagai bisnis independen, menetapkan upah dan harga, dan mengalokasikan kembali sebagian dari keuntungan mereka sendiri.
Lankov menuliskan aturan ini menunjukkan sistem kontrol pasar yang baru akan segera diperkenalkan, dan komite partai lokal diberi hak untuk mengontrol pasar.
Hal ini juga menyiratkan peningkatan yang signifikan atas kendali pemerintah dan kekuasaan pemerintah.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini