Advertorial
Intisari-online.com - Sebuah peristiwa mencekam pernah terjadi di Timor Leste, pada saat pendudukan Indonesia.
Pada siang hari 12 November 1991, sebuah kejadian besar di Pemakaman Santa Cruz terjadi dan mengubah sejarah negara tersebut.
Sejak pukul 8 pagi, keheningan di pemakaman itu berubah menjadi sesuatu yang mencekam.
Suara tembakan terdengar dari jerita orang-orang yang berebut untuk mencari perlindungan di balik batu nisan.
Hanya dalam beberapa menit, kuburan yang indah itu dipenuhi dengan tubuh yang hancur karena tembakan.
Anak sekolah, wanita, pria muda, ditembak oleh bayonet hingga tewas.
Dua puluh enam tahun kemudian,pembuat film Inggris Max Stahl mendatangi pemakaman itu dan mengenang hari bersejarah itu.
"Kapel itu seperti neraka pada abad ke-14," katanya tentang bangunan bercat putih di mana banyak orang berteriak dan berdoa.
Stahl bukanlah orang asing, dia adalah orang yang mengabadikan peristiwa berdarah itu.
Rekaman Stahl, satu-satunya bukti video yang diselundupkan ke luar wilayah dalam beberapa kemudian.
Bahkan berkat rekaman Stahl tersebut, berhasil mengubah nasib Timor Leste.
Rekaman itu menunjukkan pada dunia, tentang kekejaman Indonesia saat menduduki wilayah Timor Leste.
Pada akhirnya Timor Leste mendapat dukungan internasional yang luas untuk memperjuangkan kemerdekaanya.
Menempatkan negara kecil itu di Asia Tenggara itu menuju penentuan nasib sendiri.
Menurut Irish Times, Stahl, salah satu dari sedikit jurnalis asing yang bekerja secara diam-diam di negara itu.
Dia merekam tentara yang menembak, memukuli, dan menyeret orang pergi.
Dia memperhatikan bahwa korban yang masih bisa bergerak sedang menuju ke arahnya.
"Mereka menunjukkan kepada saya luka mereka," kenangnya.
Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Perang Portugis-Belanda Memisahkan Pulau Timor
"Mereka melihat kamera, dan mereka ingin dunia melihat. Mereka sekarat di sekitarku, dan yang selamat kemudian mengatakan ini padaku, yang lebih penting daripada fakta kematian mereka adalah bahwa kematian mereka bermakna; bahwa semua ini harus 'untuk' sesuatu," katanya.
Stahl kemudian membuat rekaman itu dan kemudian diam-diam menyelundupkannya.
Dia ditangkap, tetapi sebelumnya mengubur dua gulungan film di kuburan.
Malam itu, setelah diinterogasi selama sembilan jam, dia bertemu dengan orang-orang yang pantas menerima laporannya.
Dalam perkembangan yang mengejutkan sekaligus ironis, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia dan penyiksaan, yang sedang mengunjungi Dili, menolak terlibat.
Jurnalis Belanda dan aktivis hak asasi Saskia Kouwenberg menrimanya, dia meninggalkan negara itu dengan film berdurasi 10 menit yang disembunyikan di celana dalamnya.
Setelah dilihat di seluruh dunia, gambar-gambar dari Santa Cruz memastikan berakhirnya isolasi panjang Timor Leste.
Kelompok solidaritas dibentuk di banyak negara, termasuk Irlandia, di mana pengemudi Bus Dublin Tom Hyland meningkatkan kesadaran dan dukungan untuk penderitaan Timor.
Indonesia dikecam seluruh dunia dan berada di bawah tekanan berat dipaksa untuk mengizinkan referendum kemerdekaan, yang akhirnya diadakan pada tahun 1999.
Tidak ada yang tahu berapa banyak yang terbunuh di Santa Cruz.
Stahl, yang mengelola arsip audiovisual di Dili, memperkirakan 65-100 pembunuhan, yang lain mengatakan lebih dari 250 korban terbunuh.
Beberapa mayat ditemukan di kuburan massa, yang lainnya, diperkirakan, dibuang ke laut. Banyak keluarga masih belum ada yang menemukan mayat keluarganya.
Pembantaian Santa Cruz bukanlah kekejaman terakhir Indonesia di Timor Leste sekarang secara resmi Republik Demokratik Timor Leste.
Tetapi pengungkapannya membuat tidak mungkin bagi Jakarta untuk melanjutkan pemerintahan penindasannya tanpa tantangan.
Paradoksnya, suasana hati setelahnya adalah salah satu euforia, bukan kekalahan.
Karena pada 12 November 1991, kematian Timor Timur mendapatkan keinginan terakhirnya dan mereka yang menjadi berani untuk melanjutkan perjuangan.