Intisari-online.com - Banyak orang-orang China dikatakan tinggal di Timor Leste sejak negara tersebut menjadi koloni Portugis.
Ada ribuan dari mereka anak-anak orang Tionghoa yang bermigrasi ke Timor Leste sejak 1800-an.
Mereka rata-rata adalah suami istri yang kemudian mengembangkan bisnis dan menetap di Timor Leste.
Menurut The Interpreter, kehidupan orang-orang China di Timor Leste sudah menyebar dan membuat roda perdekonomian bergerak.
Baca Juga: Sejarah Timor Leste: Perang Portugis-Belanda Memisahkan Pulau Timor
Di pinggiran kota Dili misalnya, banyak tempat bisnis di jalankan oleh China, yang berkembang hingga saat ini.
Bahkan sejak kedekatan Timor Leste dengan China, dalam hal investasi, orang-orang China banyak yang bermigrasi ke negara ini.
Mereka di antaranya membangun binisnya di negara kecil ini, dibagi menjadi orang China lama dan orang China baru.
Meskipun saat ini nyaris menjadi penguasa ekonomi di negara kecil itu, kehidupan orang China di Timor Leste ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Konflik dan pergejolakan membuatnya sering menjadi sasaran diskriminasi oleh penduduk lokal.
Banyak orang Tionghoa, mengalami diskriminasi dalam hal sederhana, misalnya diberi harga lebih mahal dalam membeli sayuran di pasar dan penghinaan.
Menjadi korban pelemparan oleh pemuda yang merasa bosan di pinggiran jalan, hingga tindakan keras yang lebih jahat lagi.
Ironisnya, banyak yang mengira bahwa orang China di Timor Leste adalah orang-orang berduit kenyataannya tidak semua.
Stereotipe kuno tentang wirausaha, panjat tangga, pebisnis Cina berlaku.
Selama berabad-abad Timor Leste sebagai koloni Portugis, anak-anak Tionghoa-Timor dari pemilik bisnis imigran Tionghoa menjadi mayoritas populasi sekolah.
Karena keluarga Timor Leste tidak mampu membayar biaya yang dibebankan oleh pemerintah kolonial.
"Mereka berpikir, oh orang Tionghoa, kami hanya berbisnis, kami hanya pandai berbisnis, mereka punya uang, mereka bisa menyekolahkan anak mereka," kata Teresa Ku, 29 tahun kelahiran Tionghoa-Timor.
"Itu sebabnya ketika Anda bersekolah dulu, 95% kelasnya adalah orang Tionghoa-Timor, tetapi jika Anda pergi sekarang, Anda dapat menghitung satu atau mungkin dua siswa di kelas," katanya.
Tetapi keluarga Tionghoa-Timor dapat menelusuri garis keturunan mereka empat atau lima generasi atau lebih.
Banyak yang masih mengalami diskriminasi dari orang Timor lainnya.
Mulai dari pembayaran berlebihan yang halus untuk sayuran di pasar yang lebih umum, terjadi pada orang asing.
Penghinaan yang dilemparkan dari pemuda yang bosan di pinggir jalan hingga tindakan kekerasan yang lebih jahat.
Teresa ingat seorang tetangga yang terpaksa merelokasi kios ikan barbekyu miliknya dari sudut pasar pinggir pantai yang populer.
Setelah sesama penjual menyerangnya dengan panah dan seorang lagi yang pindah secara permanen ke Australia setelah tangannya dipotong.
Tahun 2018, saudara laki-laki Teresa diserang oleh sekelompok pria di jalan.
"Anda lahir di sini, Anda tumbuh di sini, Anda berbicara bahasa yang sama, tetapi tetap saja kulit Anda tidak menunjukkan bahwa Anda cukup murni seperti mereka," kata Teresa.
Besarnya penduduk China di Timor Leste juga dipengaruhi meningkatnya pengaruh China di kawasan itu.
Pengaruh China yang berkembang di Timor Leste telah menarik perhatian para komentator internasional.
Pada gilirannya menuai teguran dari para pemimpin negara muda itu.
Pada bulan September 2019, mantan presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta mengecam para penulis karena "sangat tidak akurat dan menyesatkan" dalam menggambarkan pengaruh China di Timor-Leste.
"Ini klise dan konyol," katanya kepada South China Morning Post .