Intisari-Online.com - Amerika Serikat (AS) dan Chinatelah terlibat dalam perang kata-kata selama bertahun-tahun.
Namun konflikdi Laut China Selatan beda karena menggunakan pasukan militer.
Sehingga adakekhawatiran besar akan konflik di wilayah yang dijuluki perairan termahal di dunia itu.
Jika konflik terjadi, AS mengatakan akan siap karena mulai menggunakan drone untuk bekerja bersama teknologi tak berawak untuk membantu skenario tempurnya mulai tahun 2021.
Pentingnya penyertaan tersebut dikemukakan oleh Laksamana Muda Robert Gaucher, direktur markas besar maritim dengan AS Armada Pasifik.
“Kami sedang syuting untuk awal 2021 agar dapat menjalankan masalah pertempuran armada yang berpusat pada teknologi tak berawak," ungkapRobert Gaucher.
“Itu akan ada di laut, di atas laut, dan di bawah laut saat kami akan mendemonstrasikan bagaimana kami dapat menyelaraskan diri dengan AS. Indo-Pacific Command mengarahkan untuk menggunakan eksperimen untuk mendorong kematian."
Keputusan tersebut dielu-elukan sebagai "terobosan besar" bagi AS, menurut Eurasiantimes.com.
Operasi pelatihan secara rutin terjadi di perairan, oleh semua negara yang mengklaim wilayah tersebut.
Angkatan Laut AS secara teratur menjalankan masalah pertempuran armada, yang memungkinkan militer untuk menguji bagaimana mereka akan mengerahkan pasukannya jika konflik meletus.
Ia dilaporkan juga menginginkan sekitar 2 miliar US Dollar untuk menghasilkan 10 kapal permukaan tak berawak selama lima tahun ke depan.
Hanya saja Kongres AS saat ini mengajukan keberatan.
"Saya ingin menempatkan kapal permukaan tak berawak di dalam area yang ditolak musuh," ungkapGaucher.
"Jika saya kehilangannya, saya kehilangan kapal yang jauh lebih murah dan saya tidak kehilangan nyawa orang Amerika."
Sengketa ini berpusat di sekitar perairan, yang terkaya di dunia.
China mengklaim hampir80% Laut China Selatan yang strategis.
Padahal ada beberapa negara yang punya hal atas perairan tersebut. Misalnya Brunei, Indonesia, Taiwan, dan Filipina.
Selama bertahun-tahun, Washington telah turun tangan untuk mendukung negara-negara tetangga Asia, yang terancam oleh militer China.
Sebab AS juga bermusuhan dengan China dan mengecam sikap China atas Hong Kong.
Di antara kekhawatiran banyak ahli atas perselisihan yang sedang berlangsung ini adalah kemungkinan bahwa peningkatan patroli dari kapal Angkatan Laut AS dapat menyebabkan konflik yang tidak disengaja.