Advertorial
Intisari-online.com -Beberapa dekade yang lalu, orang-orang Kurdi Irak dan Israel dianggap memiliki hubungan dekat dan saling berbagi musuh bersama, ketika mereka sering menjadi sasaran serangan.
Kurdi Irak kini menyaksikan Israel telah berteman dengan negara-negara Arab, yang secara historis bermusuhan dengannya.
Hanya beberapa pekan setelah penandatanganan kesepakatan normalisasi antara Israel dengan beberapa negara Arab, yang ditengahi AS, pejabat Bahrain mengunjungi Tel Aviv dan kapal kargo dari Uni Emirat Arab berlabuh di Haifa.
Hal yang terjadi adalah perubahan haluan yang cepat bagi negara-negara Arab yang telah lama bersumpah untuk mengisolasi dan memboikot Israel selama tercipta perdamaian dengan Palestina.
Sementara, sudah lama masyarakat yang berada di wilayah otonomi Kurdi di Irak Utara, mereka selalu diejek sebagai "agen" Israel selama perjuangan mereka sendiri untuk kemerdekaan.
"Ada baiknya negara-negara Arab melakukan normalisasi dengan Israel," kata Himdad Najat, seorang guru bahasa Inggris berusia 38 tahun di ibukota daerah Arbil.
Namun, Najat menunjukkan, "ada hubungan emosional antara Kurdi dan Yahudi karena ketidakadilan yang dijalani."
Kurdi merupakan komunitas yang cukup besar di Irak, Iran, Suriah dan Turki, tetapi telah lama menghadapi penganiayaan di negara-negara tersebut dan tidak memiliki negara bagian mereka sendiri.
Orang Yahudi juga merasa menghadapi perlakuan buruk selama berabad-abad dan tidak memiliki negara sendiri sampai Israel didirikan pada 1948.
Ketika orang-orang Yahudi yang ketakutan melarikan diri dari Irak ke Israel pada abad ke-20 dan ke-21, mereka sering melakukannya melalui wilayah Kurdi.
Lebih cepat lebih baik
Ketika permusuhan Arab terhadap Israel meningkat, negara baru itu mencoba menjangkau komunitas non-Arab di Timur Tengah.
Ini menemukan celah dengan Kurdi Irak yang, seperti Israel, menentang pemerintah pusat di Baghdad.
Israel kemudian berusaha memberikan bantuan kemanusiaan dan militer kepada Kurdi yang terluka di bawah kampanye militer brutal Saddam Hussein di utara sepanjang 1980-an dan 1990-an.
Pada 2017, Israel mendukung referendum kemerdekaan yang kontroversial di Irak utara, bahkan ketika sekutu Arbil termasuk Amerika Serikat menentang pemungutan suara tersebut.
Menjelang referendum, aktivis Kurdi Nabaz Rashad dengan antusias berkampanye untuk kemerdekaan.
Banyak teman Arabnya di seluruh Irak dan negara lain mengkritik upayanya, mengatakan negara Kurdi akan membentuk "Israel kedua di Timur Tengah".
Sekarang, Rashad yang berusia (35 tahun) melihat gelombang "normalisasi" sebagai sesuatu yang menyakitkan.
"Itu murni kemunafikan," kata Rashad kepada AFP.
Meski begitu, dia berharap hal itu bisa membawa stabilitas ke Timur Tengah, wilayah yang terkoyak oleh konflik selama beberapa dekade.
"Selain itu, sebagai orang Kurdi, itu memberi saya harapan ketika saya melihat negara baru dikenalkan atau lahir," kata Rashad.
"Itu membuat kami merasa berharap bahwa suatu hari Kurdi akan memiliki negara bagian mereka sendiri," imbuhnya.
Hari-hari terbaik di masa lalu
Kurdistan Irak sudah ditetapkan sebagai wilayah otonom, memiliki pasukan keamanan sendiri dan mengelola perbatasan daratnya sendiri dengan tetangganya Iran, Turki dan Suriah.
Baca Juga: Temui Druze Israel, Kelompok Etnis Unik Sejak Abad ke-11 yang Masih Eksis
Rebwar Babakye, seorang anggota parlemen yang memimpin komite hubungan luar negeri di parlemen Kurdi Irak, mengatakan Irak harus menormalkan hubungan dengan Israel untuk meningkatkan perdamaian regional.
"Lebih cepat lebih baik," kata Babakye, kepada AFP.
"Ini dapat membantu negara-negara Arab mengembangkan penelitian ilmiah dan akademis melalui program pertukaran, karena Israel adalah negara terdepan dalam bidang penelitian ilmiah dan teknologi," jelasnya kemudian.
Wilayah Kurdi tidak dapat melakukannya sendiri karena Baghdad mengelola kebijakan luar negeri tetapi, Babakye mengatakan, "jika kedutaan besar Israel dibuka di Baghdad besok, keesokan harinya konsulat mereka akan dibuka di Arbil".
Baca Juga: Pengakuan Anggota ISIS yang Menolak Mengangkat Senjata Demi Melakukan 'Perbuatan Baik' Ini
Terlepas dari hubungan bersejarah mereka, pemulihan hubungan antara Israel dan Kurdi Irak tetap tidak mungkin, kata analis Hiwa Othman.
Selama bertahun-tahun, Kurdi berusaha memanfaatkan koneksi mereka ke Israel untuk mendapatkan akses ke negara adidaya dunia, Amerika Serikat.
"Hari ini, AS berada di Arbil dan Kurdi tidak membutuhkan perantara, jadi mereka tidak perlu memiliki hubungan politik dengan Israel," kata Othman kepada AFP.
Dia menambahkan bahwa, Kurdi Irak harus mengelola hubungan sensitif dengan Ankara dan Teheran, yang keduanya memiliki pengaruh besar di Arbil serta menentang kemerdekaan Kurdi dan Israel.
Baca Juga: Siap Hadapi Amerika, Turki Produksi Sendiri Jet Tempur Hurjet Guna Gantikan Jet Tempur Buatan AS
Israel mungkin menilai bahwa hubungan dengan Kurdi dibandingkan dengan negara besar yang telah terjaring tidak lebih menguntungkan, kata Bilal Wahab dari Institut Washington untuk Kebijakan Timur Dekat.
"Sekarang hubungan Israel telah menjadi normal dengan UEA dan Bahrain, dan dengan Sudan dalam proses, mereka melihat Saudi, bukan pada Kurdi," kata Wahab.
"Hari-hari terbaik dari hubungan itu ada di masa lalu, bukan masa depan," imbuhnya.
(Shintaloka Pradita Sicca)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hubungan Kurdi Irak dengan Israel yang Bercerai setelah Kesepakatan Normalisasi"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini