Advertorial
Intisari-online.com -Kekalahan Armenia dari Azerbaijan di Nagorno-Karabakh mungkin menjadi pukulan telak bagi Perdana Menteri Nikol Pashinyan.
Kekalahan ini tunjukkan militer Azerbaijan lebih unggul daripada Armenia.
Namun kekalahan ini juga berarti lain.
Semenjak Pashinyan menjabat mulai 2018 lalu, ia mengemban banyak harapan dari penduduknya.
Warga Armenia inginkan negara mereka maju, bebas dari korupsi dan bisa berdaulat penuh atas wilayah Nagorno-Karabakh.
Sayangnya terlepas dari konflik di dalam negeri, kondisi geopolitik Armenia berada di titik nadir.
Mereka terasingkan, karena justru banyak pihak lebih mendukung Azerbaijan, pemilik resmi wilayah Nagorno-Karabakh.
Satu-satunya sekutu adalah Rusia, yang punya agenda untuk mencaplok Armenia demi membangun Soviet modern.
Hal itu bertentangan dengan impian politik dalam negeri Armenia.
Akibatnya, hubungan antara Pashinyan dan Putin menjadi kurang hangat.
Moskow sendiri kurang suka dengan jenis reformasi yang terbentuk membangun pemerintahan Pashinyan.
Bagi Moskow, kudeta adalah tindakan pengkhianatan kepada negara.
Baca Juga: Hingga Sebabkan Ratusan sampai Sejuta Nyawa Melayang, Ini Kudeta Militer Paling Kejam dalam Sejarah
Itu sebabnya Pashinyan tidak mendapatkan rasa hormat yang cukup dari Putin.
Meski begitu, warga tidak bisa berbuat banyak.
Menuntut Putin untuk tidak ikut campur dalam konflik Armenia sama saja bunuh diri.
Tidak hanya bisa berbalik memusuhi Armenia, Rusia bisa saja langsung membantu Azerbaijan untuk mengalahkan Armenia.
Akibatnya, Pashinyan yang mendapatkan banyak tekanan.
Ia ditekan dari oposisi maupun massa untuk mengundurkan diri.
Pashinyan sendiri mengaku ia bertanggung jawab atas kekalahan Armenia.
Dia kemudian mengumumkan adanya paket kebijakan selama enam bulan untuk memastikan stabilitas demokrasi, meski pemerintahannya tengah digoyang.
Baca Juga: Kalah Perang dari Azerbaijan, Armenia Langsung Ganti Menteri Pertahanan
Kekalahan itu terjadi setelah Armenia menerima gencatan senjata yang ditawarkan Rusia, mengakhiri perang melawan Azerbaijan selama enam pekan terakhir.
Berdasarkan kesepakatan itu, separatis yang didukung Yerevan harus mundur dari wilayah yang bisa direbut pasukan Azerbaijan, termasuk kota penting Shusha.
Pada awal pekan ini, Menteri Luar Negeri Zohrab Mnatsakanyan mengundurkan diri, dengan Presiden Armen Sarkissian menyerukan pemilu dini.
Dalam tulisannya di Facebook pada Rabu (18/11/2020), Nikol Pashinyan menyatakan dirinya bertanggung jawab atas kekalahan di Karabakh.
Namun daripada menuruti oposisi untuk mundur, dia berdalih fokusnya saat ini adalah memastikan keamanan nasional dan stabilitas negara.
"Saya berusaha untuk teguh," ungkap Pashinyan seraya menyebutkan 15 langkah yang hendak dia eksekusi, seperti diberitakan Al Jazeera.
Saat ini, dia berfokus kepada pemulihan negosiasi formal terkait Nagorno-Karabakh melalui Grup OSCE Minsk, beranggotakan AS, Rusia, dan Perancis.
(Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kalah dari Azerbaijan di Nagorno-Karabakh, PM Armenia Akui Bertanggung Jawab"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini