Advertorial
Intisari-online.com -Tahun 2020 hampir berakhir, dan setahun ini ramai dengan aktivitas China yang aktif di Laut China Selatan.
Tanpa tutupi niat mereka, China menyebutkan niatnya untuk mengeruk minyak dan gas yang tersimpan di Laut China Selatan.
Perairan yang ramai di kawasan internasional tersebut memang juga kaya akan sumber daya alam yang kalahkan Selat Hormuz di Timur Tengah.
Aksi China ini membuat banyak pihak berang, terutama negara kawasan Laut China Selatan seperti ASEAN dan Taiwan.
Namun siapa sangka salah satu negara ASEAN juga pernah lakukan hal yang mirip dengan yang dilakukan oleh China.
Negara tetangga Indonesia inilah yang nakal mengeruk Laut China Selatan.
Dikutip dari Energy Voice, perusahaan Malaysia, Petronas, pada Agustus lalu dikabarkan menggunakan alat pengebor rig Transocean Deepwater Nautilus untuk Gaharu-1.
Pemberitahuan dikeluarkan oleh Departemen Kelautan Malaysia.
Pengeboran dilaksanakan selama 68 hari, dimulai pada 20 Agustus silam.
Pekerjaan eksplorasi akan didukung oleh perusahaan kapal di Singapura Swire Pacific yang mengirimkan suplai kapal Pacific Centurion dan dari Norwegia, Far Stream.
Banyak analis mulai menghitung waktu Malaysia akan kena amuk China.
Pasalnya, lokasi pengeboran minyak itu dilaksanakan di dalam wilayah yang diklaim China atas nama Nine-Dash Line.
"Blok SK 316 terletak di dalam wilayah yang diklaim China dengan Nine-Dash Line, tunjukkan bahwa upaya apapun oleh Petronas akan mendapat amukan dari Beijing," ujar Hugo Brennan, analis risiko geopolitik Asia di lembaga konsultasi Verisk Maplecroft kepada Energy Voice.
"Cara Beijing biasanya mengiirmkan kombinasi milisi maritim, penegak hukum serta kapal sipil untuk mempermalukan dan mengintimidasi kapal yang sedang mengebor wilayah mereka," ujar Brennan.
Malaysia telah alami tekanan serupa sebelumnya di tahun ini saat ketegangan 4 bulan dengan China berlanjut.
Aktivitas China menyerang Malaysia didasarkan terhadap keputusan Kuala Lumpur untuk mendaftarkan klaim mereka di wilayah Laut China Selatan pada Desember 2019.
China berang dan menolaknya pada dasar klaim mereka sendiri.
Tahun 2020 ini juga tidak mudah bagi China.
Mereka mendapat olok-olok dari berbagai negara atas cara mereka membuat Covid-19 menyebar ke negara lain.
Brennan mengingatkan hal ini akan membuat Beijing lebih agresif mengejar hak yang mereka inginkan di Laut China Selatan.
China ingin mengajak pemerintah ASEAN menandatangani kesepakatan bersama dengan China, sembari mengurangi perusahaan energi internasional dari partisipasi mengebor lepas pantai dan proyek gas dengan perusahaan migas ASEAN, tanpa persetujuan dari Beijing.
Hal tersebut disampaikan oleh Ian Storey, rekan senior dan ahli keamanan Asia di ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura.
Storey tidak heran jika pasukan Coast Guard China, milisi maritim atau angkatan laut akan mempermalukan aksi pengeboran yang dilakukan oleh Petronas.
"Daripada memonitor situasi dan mengisukan protes diplomatik, pilihan Malaysia dalam merespon tekanan China cukup terbatas," tambahnya.
Malaysia selalu ragu mendorong melawan klaim China di Laut China Selatan dan telah mengadopsi sikap perlindungan nilai secara lebih umum.
Hal tersebut disampaikan oleh Bec Strating, dosen senior bidang politik dan hubungan internasional di La Trobe University, Australia.
Namun ia menambahkan jika hal itu telah menjadi pendorong dari kesibukan baru-baru ini dari catatan diplomatik dan pemerintahnya telah keluar lebih tegas dalam hal ini mengenai perlunya negara untuk mematuhi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk UNCLOS 1982.
Sementara itu Blok SK 316 yang dimiliki oleh Petronas memiliki ukuran sebesar lapangan Kasawari, dikembangkan untuk disuplai ke kompleks ekspor LNG Bintulu.
SK 316 berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia dan dikembangkan selama beberapa puluh tahun terakhir.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini