Advertorial
Intisari-online.com -Diagendakan sudah dari hampir 8 tahun yang lalu, perjanjian perdagangan bebas di Asia-Pasifik ini akhirnya sudah akan disahkan.
Mengutip South China Morning Post, negara Asia-Pasifik bersiap untuk tandatangani perjanjian perdagangan terbesar di dunia.
Penandatanganan tersebut dilaksanakan pada pertemuan virtual hari Minggu yang diadakan oleh Hanoi, Vietnam.
Perdana Menteri Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, mengatakan "penandatanganan kerjasama komprehensif regional besok itu merupakan aksi konkrit tunjukkan niat untuk bekerjasama dan meningkatkan perkembangan wilayah ini."
Hal tersebut ia sampaikan kepada pemimpin regional dan pebisnis Asean Sabtu sebelumnya.
Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) akan menjadi sumber pendapatan untuk 2.2 miliar warga dan menutup 29% output ekonomi global.
Ide ini muncul tahun 2012, dan sudah dinegosiasikan sejak 2013 dan diharapkan akan ditandatangani selama perayaan virtual rapat Asean ke-37 di Hanoi.
RCEP akan melibatkan 10 negara anggota Asean: Vietnam, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Myanmar, Malaysia, Singapura, Indonesia dan Brunei Darussalam.
Namun, negara Asia Pasifik seperti Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Jepang dan China juga terlibat.
Bahkan bisa dibilang mereka mendapatkan keuntungan yang paling besar dibandingkan yang didapat Asean, lebih-lebih China
Mengapa bisa demikian?
Menurut dua analis Michael Plummer dan Peter A. Petri dalam artikel mereka di Brookings.edu, akhir Juni lalu 15 negara Asia Timur bertemu secara virtual membahas kesepakatan RCEP yang akan diadakan November ini.
15 negara Asia Timur itu merupakan sampel hampir 30% output dan populasi dunia.
RCEP akan menjadi perjanjian regional terbesar di dunia, bergabung dengan perjanjian regional kedua, Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) yang mulai berlaku sejak 2018 lalu.
CPTPP libatkan Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura dan Vietnam.
Amerika Serikat absen dari kesepakatan ini, setelah sebelumnya meninggalkan pendahulu CPTPP yaitu Kemitraan Trans-Pasifik/TPP) ketika Trump menjabat.
India juga semula merupakan anggota perundingan RCEP, tapi menarik diri karena sengketa dengan China atas Lembah Galwan.
Hal ini menjadikan China sebagai sosok negara yang berpengaruh kuat, karena China menjadi negara dengan ekonomi terbesar dalam sistem Asia Timur yang bergabung dengan kemitraan ini.
China akan sangat diuntungkan dengan kemitraan ini, dengan perang dagang terhadap AS menciptakan pendapatan dunia menurun mencapai 301 miliar Dolar pertahunnya, dan perdagangan dunia turun hampir 1 triliun Dolar pertahunnya sampai 2030 mendatang.
Penurunan ini sepertiganya akan berdampak langsung pada transaksi di seluruh Pasifik.
RCEP dan kemitraan sebelumnya, CPTPP dapat menambah 121 miliar Dolar dan 2019 miliar Dolar kepada pendapatan dunia jika terlaksana dengan baik.
Pendapatan ini kemudian ciptakan penambahan produksi dan perdagangan di Asia Timur, sehingga menjadikan Asia Timur sebagai wilayah yang terdampak dan pulih dari Perang Dagang.
Perjanjian ini akan mengurangi biaya melaksanakan bisnis di Asia Timur, memperkuat aliansi teknologi, manufaktur, pertanian dan sumber daya lainnya, dan memperkuat persekutuan China, Jepang dan Korea Selatan, yang telah menjadi mitra dagang terbesar satu sama lain.
Hubungan ini kemudian diperkuat China lewat proyek Belt and Road Initiative mereka, dengan menawarkan 1,4 triliun Dolar sebagai investasi bidang transportasi, energi dan infrastruktur komunikasi ke ekonomi tetangga.
RCEP dan CPTPP menjadikan Asia Timur lingkungan alami dari pengaruh ekonomi Tiongkok, dan menghasilkan keuntungan yang tidak seimbang.
Jika Asean akan mendapatkan keuntungan hanya 19 miliar Dolar, Korea Selatan bisa mendapatkan 23 miliar Dolar, sedangkan Jepang mendapatkan 46 miliar Dolar dan China bahkan bisa mendapat 100 miliar Dolar.
Bahkan, pendapatan yang didapat negara Asean bisa lebih sedikit karena perjanjian perdagangan bebas sudah ada dengan mitra RCEP.
Amerika Serikat dan India malah akan melepaskan keuntungan sebesar 131 miliar Dolar dan 60 miliar Dolar.
Beijing menempatkan posisi sulit bagi negara Asia-Pasifik lainnya, karena ia dibenci hampir negara-negara itu atas aksinya melanggar hukum internasional di Laut China Selatan, tapi juga bisa jadi Beijing menguji apakah politik seperti ini masih bisa berjalan.
Jika masih, dan kemungkinan besar masih karena negara Asean sudah sepakat untuk tandatangani perjanjian ini, maka China bisa makin di atas angin.
China sudah layaknya membeli negara-negara yang ia buat geram.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini