Advertorial

Bukannya Membaik, Ketegangan di Laut China Selatan Justru Bisa Makin Memburuk Jika Joe Biden Menangkan Pemilu AS, 'Biden Akan Tegas pada China'

Mentari DP

Editor

Intisari-Online.com - Saat ini, semua mata tengah memandang hasil perhitungan sementara calon presiden Amerika Serikat (AS) berikutnya.

Joe Biden dilaporkan unggul dari saingan beratnya, Donald Trump, yang sekarang menjabat sebagai Presiden AS.

Tentu saja hasil pemilu tersebut akan menentukan nasib AS ke depannya.

Tapi nyatanya masa depan dunia juga akan ditentukan dari hasil tersebut.

Baca Juga: Relatif Lebih Aman, Ini Obat Penurun Panas Alami untuk Anak Anda

Misalnya terkait Laut China Selatan yang memanas.

Dilansir dari express.co.uk pada Sabtu (7/11/2020),Laut China Selatan telah menjadi subjek ketakutan konflik dalam beberapa bulan terakhir.

Di mana AS dan negara lain berusaha menghentikan militerisasi agresif China di wilayah tersebut.

Presiden Donald Trump telah mengirim kapal AS ke perairan yang diperebutkan dalam upaya untuk menghalangi pasukan Beijing.

Baca Juga: Kim Jong-Un Pernah Merokok di Dekat Rudal Balistiknya, KiniKorea Utara Larang Semua Orang Merokok di Tempat Umum, Adakah yang Berani Menghukum Sang Diktator?

Padahal sikap Presiden Trump itu membuat para ahli memperingatkan dapat menyebabkan konflik yang tidak disengaja.

Dengan pemilihan AS yang semakin dekat, tindakanAS di Laut China Selatan dapat menjadi tanggung jawab Joe Biden, jika ia berhasil mengalahkan Trump.

The New York Times bulan lalu melaporkan bahwa ada risiko peningkatan permusuhan mengingat retorika China baru-baru ini.

Laporan itu mengatakan: “Nada militeristik mencerminkan sifattegas Xi."

"Risikonya adalah bahwa propaganda dapat diterjemahkan menjadi tindakan yang lebih provokatif."

"Tindakan militer baru-baru ini di Laut China Selatan dan Selat Taiwan meningkatkan kemungkinan bentrokan yang sebenarnya, disengaja atau tidak."

Biden sendiri telah memperingatkan bahwa dia akan bersikap keras terhadap China jika dia memenangkan kursi kepresidenan.

Liz Economy, seorang rekan senior di Institut Hoover Universitas Stanford dan Dewan Hubungan Luar Negeri, mengatakan, "Saya pikir perubahan kebijakan terkait China yang paling signifikan dalam pemerintahan Biden mungkin adalah komitmen baru terhadap kepemimpinan AS dalam menangani tantangan global."

"Seperi China tidak dapat menangkap dan mengubah sistem pemerintahan global agar sesuai dengan kepentingannya yang sempit."

Liz Economy juga mengatakan konsultasi yang lebih besar dengan sekutu dan mitra kami untuk menempa strategi China yang konsisten dan koheren sangat diperlukan.

Baca Juga: Laporan Masalah Kesehatannya Terkuak, Vladimir Putin Disebut Akan 'Mengundurkan Diri' Sebagai Presiden Rusia, Bermula Ketika Gejala-gejala Ini Muncul di Tubuhnya

"Kalibrasi ulang hubungan AS-China yang dapat mencakup membangun kembali dialog bilateral dan menjelajahi area tujuan bersama untuk menghindari hubungan yang berkembang menjadi perang dingin," kataLiz Economy.

Tahun lalu, pakar politik China Kerry Brown memperingatkan komunikasi antara militer China dan AS lebih buruk daripada yang terlihat dalam Perang Dingin.

"Saat ini dialog antara AS dan militer China dengan militer buruk," ungkap Kerry Brown."

"Beberapa orang mengatakan bahwa itu lebih buruk daripada antara Uni Soviet dan AS selama Perang Dingin."

"Di masa lalu, ada lebih banyak kontak saat itu dengan China daripada zaman sekarang."

"Oleh karena itu kesalahpahaman sangat mungkin terjadi."

Menyuarakan hal ini, Profesor Brown memperingatkan bahwa konflik adalah kemungkinan yang nyata.

"Di zaman sekarang hanya butuh sedikit penyebab, maka skenario Perang Dunia bisa terjadi," tutupnya.

Baca Juga: Selangkah Lagi Jadi Presiden Baru AS, Tiba-tiba Israel Beri Peringatan ke Joe Biden, Klaim Kata-katanya Ini Bisa Picu Perang Nuklir antara Israel dengan Iran, 'Dia Berbeda dengan Trump'

Artikel Terkait