Empat tahun masih jauh, tetapi kepresidenan Prabowo pasti akan membuat hubungan bilateral dengan Australia jauh lebih terlihat,
mengingat pengabaian Jokowi yang terkenal terhadap urusan luar negeri.
Ini juga bisa berarti hubungan yang lebih tidak stabil dan menuntut daripada yang dihadapi Australia di bawah Jokowi, dan di bawah pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk saat ini, Prabowo Subianto tetap menjadi sosok yang kuat di Indonesia dan salah satu tokoh di kawasan.
Ketika pertemuan 2 + 2 Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Australia-Indonesia dua kali setahun semakin dekat, pilihan untuk mengikuti jejak Amerika dalam mengabaikan masa lalu Prabowo yang kelam dan dipertanyakan mungkin terbukti tidak dapat dihindari bagi para pemimpin Australia.
Melakukan hal itu akan berisiko menimbulkan kemarahan dari para aktivis hak asasi manusia.
Tetapi kenyataannya mungkin para pemimpin negara tidak mampu mengasingkan Indonesia yang nasionalis dan lebih otokratis pada saat kawasan ini menghadapi peningkatan ketidakstabilan dan masa depan yang tidak pasti.
Bagaimanapun, Australia telah "mengurung dirinya sendiri" menuju hubungan yang tegang dan terkadang pahit dengan China.
Baca Juga: Wah, Ternyata Dulu Semut Punya Sayap, ke Mana Hilangnya?
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR