Advertorial

Gawat, Jepang 'Ngotot' Tak Akan Bergabung dalam Perjanjian Larangan Nuklir PBB, Trauma Masa Lalu?

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com - Juru bicara utama pemerintah Jepang pada hari Senin (26/10), menyampaikan bahwa Jepang tidak akan bergabung dalam perjanjian PBB terkait larangan senjata nuklir.

Sikap yang diambil Jepang ini membuat mereka ada di jalur yang sama dengan sekutu utamanya, AS.

Di sisi lain, sikap ini juga bertentangan dengan keyakinan anti-nuklir yang dianut Jepang pasca Perang Dunia II.

Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato mengatakan bahwa perjanjian larangan nuklir merupakan pilihan yang tepat jika melihat kondisi keamanan di sekitar wilayah Jepang yang makin rawan.

Baca Juga: Bukan 'Gertak Sambal' Belaka, Perang Bisa Pecah di Laut China Selatan Pasca Pesawat Mata-mata AS Incar China, Apa yang Terjadi?

"Kami percaya, mengingat lingkungan keamanan yang makin sulit di sekitar Jepang, adalah tepat untuk membuat kemajuan yang stabil dan realistis menuju pelucutan senjata nuklir dambil mempertahankan dan memperkuat kemampuan pencegahan kita untuk menghadapi ancaman," ungkap Kato dalam konferensi persnya, seperti dikutip Kyodo.

"Jepang memiliki tujuan yang sama dengan perjanjian ini, tentang penghapusan senjata nuklir."

"Tetapi karena kami berbeda dalam menangani masaslah ini, kami tidak akan menjadi penandatangan," tegas Kato.

Sebagai satu-satunya negara yang pernah mengalami dampak langsung dari serangan nuklir, Jepang telah berusaha untuk mengambil peran sebagai pemimpin dalam upaya internasional untuk pelucutan senjata nuklir.

Baca Juga: Siapa Sangka Taiwan Pernah Nyaris Jadi Medan Perang Antara China-AS, Tiongkok Sengaja Tembakan Rudal ke Taiwan Lalu AS Datang dengan Kekuatan Penuh, Begini Kisahnya

Di sisi lain, Jepang juga masih harus bergantung pada AS untuk melindunginya dari ancaman, termasuk rudal nuklir Korea Utara.

Hal ini mencegah mereka untuk mendukung larangan senjata nuklir secara penuh.

Saat ditanya apakah Jepang akan berperan sebagai pengamat dalam berjalannya perjanjian larangan nuklir, Kato menekankan saat ini perlu adanya pertimbangan cermat berdasarkan posisi Jepang dalam hubungan internasional.

Baca Juga: Serasa Mendapat Tamparan Keras, Australia Ketar-Ketir Ketika Timor Leste Itu Mendadak Beli Kapal Angkatan Laut dari China, Tujuannya Sungguh Mengejutkan

Tokoh Partai Demokrat Lliberal yang berkuasa saat ini, Fumio Kishida, melihat perjanjian larangan nuklir yang segera diberlakukan PBB merupakan langkah yang berarti dalam mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir.

"Sebagai satu-satunya negara yang menderita bom atom dalam perang, kita harus memikirkan bagaimana kita bisa menjadi jembatan untuk para negara nuklir untuk duduk bersama di meja perundingan," ungkap sanga mantan Perdana Menteri Jepang tersebut.

Baca Juga: Pasukan Aktif China Saja Capai 2.183.000 Karena Populasnya Besar, Putin: Gabungan militer Rusia-China akan lebih kuat daripada AS

Aturan larangan senjata nuklir PBB akan mulai berlaku pada 22 Januari 2021 mendatang.

Beberapa hari terakhir gelombang unjuk rasa muncul di Jepang.

Mereka menuntut pemerintah untuk bergabung dalam perjanjian larangan nuklir tersebut.

Baca Juga: Tahanan Dipaksa Berdiri dan Jongkok 1.000 Kali, Mantan Tahanan dan Pejabat Korea Utara Akui Pyongyang Perlakukan Narapidana Lebih Rendah dari Hewan

Senjata nuklir memang masih menjadi sesuatu yang sensitif bagi sebagian besar penduduk Jepang.

Pengalaman buruk di masa lalu jelas jadi alasan utamanya.

Setiap tahunnya puluhan hingga ratusan aktivis berunjuk rasa terkait perjanjian larangan nuklir tersebut.

Baca Juga: Usai Berlibur di Korea Utara, WNI Ini Ungkap Kondisi Negara yang Dipimpin Diktator Kim Jong Un yang Dikenal Kejam Tak Berperasaan Itu

Sebagian besar aktivis bahkan telah berusia lanjut, beberapa merasakan langsung dampak dari bom atom pada Perang Dunia II.

(*)

Artikel ini pernah tayang di Kontan.co.id dengan judul 'Gawat, Jepang tak akan bergabung dalam perjanjian larangan nuklir PBB'

Artikel Terkait