Pada Desember 1973 pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang.
Saat itu, Presiden Soeharto bahkan terbang langsung ke Papua untuk meresmikan fasilitas produksi di Tembagapura.
Dalam pidatonya, Soeharto begitu tampak sumringah dengan keberhasilan pertambangan di Freeport.
Menurut Soeharto, investasi Freeport di Indonesia adalah bukti kepercayaan investor menanamkan uangnya di Indonesia.
Praktis setelah masuknya Freeport, arus investasi asing begitu deras masuk ke Indonesia, terbesar berasal dari AS dan Jepang.
Freeport diberikan izin menambah selama jangka waktu 30 tahun dalam skema Kontrak Karya (KK) yang bisa diperpanjang.
Di awal kehadirannya, Freeport juga sempat berkonflik dengan penduduk setempat, terutama Suku Amungme.
Dalam kontrak karya pertama disepakati, royalti untuk pemerintah Indonesia dari penambangan tembaga yang dilakukan Freeport sebesar 1,5 persen dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari 0.9 dollar AS/pound) sampai 3,5 persen dari harga jual (jika harga 1.1 dollar AS/pound).
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR