Advertorial
Intisari-Online.com -Setelah 75 tahun berdiri, salah satu yang menjadi sorotan adalah mengenai anggota TNI yang masih saja kerap 'lolos' dari hukum pidana.
Padahal para anggota TNI tersebut telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang secara jelas masuk dalam tindak pidana umum.
Apalagi, kondisi saat ini menunjukkan bahwa jumlah kasus yang melibatkan anggota TNI mengalami peningkatan.
Memang, anggota TNI tersebut tidak benar-benar lolos dari jerat hukum karena mereka diadili di peradilan militer.
Namun, peradilan militer dinilai tidak transparan, tidak seperti peradilan pidana yang biasa dijalankan masyarakat sipil.
Itulah yang disoroti oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), yang melihat mandeknya reformasi peradilan militer dalam satu dekade terakhir.
Hal itu disampaikan peneliti Kontras Danu Pratana lewat konferensi pers virtual dalam rangka catatan peringatan 75 tahun TNI.
"Reformasi peradilan militer tidak pernah berjalan. Bisa dibilang selama satu dekade hampir tidak berjalan dan tak ada progres signifikan," ujar Danu.
Ia menambahkan, hal itu tak sebanding dengan kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Danu mengatakan, pada periode Oktober 2018 hingga September 2019 terjadi sebanyak 58 kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI dengan korban warga sipil.
Adapun pada periode Oktober 2019 hingga September 2020 terjadi sebanyak 76 kasus kekerasan yang melibatkan anggota TNI.
Kendati demikian, kasus-kasus kekerasan tersebut masih diproses dalam ranah peradilan militer, meskipun yang dilanggar ialah hukum pidana umum.
Padahal, lanjut Danu, Pasal 65 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyatakan anggota TNI yang melanggar hukum pidana umum bisa diproses hukum di peradilan pidana umum.
Namun, faktanya hingga kini masih banyak kasus hukum pidana umum yang melibatkan anggota TNI diproses di peradilan militer.
Kasus-kasus tersebut meliputi kasus narkotika, kesusilaan, penipuan, tindak pidana niaga, dan kekerasan seksual.
"Seharusnya kalau kita benar-benar ingin mengacu pada pasal 65, dia harus diadili di pengadilan umum. Yang jadi masalah di sini dia masih diadili di peradilan militer bersamaan dengan tindak pidana militer atau desersi," kata Danu.
"Kenapa demimikian? Karena kita mengehndaki transparansi dan kesamaan ketika ada tentara yang melakukan tindak pidana disamakan dengan masyarakat sipil ketika melakukan tindak pidana. Supaya ada kesaman di mata hukum," lanjut dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "75 Tahun TNI, Kontras Soroti Mandeknya Reformasi Peradilan Militer", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2020/10/05/06392871/75-tahun-tni-kontras-soroti-mandeknya-reformasi-peradilan-militer.Penulis : Rakhmat Nur HakimEditor : Fabian Januarius Kuwado