Advertorial
Intisari-online.com -Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, membingkai keputusan untuk memberlakukan lockdown untuk mengekang virus corona baru versus membuka kembali ekonomi, sebagai pilihan antara kesehatan masyarakat dan ekonomi adalah dikotomi yang "salah".
"Itu adalah pilihan yang salah," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam rekaman video saat membuka Perkembangan Covid-19 Universitas Nasional Singapura (NUS), Kamis (17/9).
"WHO mendesak negara-negara untuk fokus pada empat prioritas penting," tegasnya seperti dikutip Channel News Asia.
Sebenarnya dilema pilihan antara kesehatan masyarakat atau pulihnya ekonomi adalah bentuk penjara bernama kapitalisme yang telah lama menjerat penduduk dunia.
Mengutip kanal YouTube Second Thought, puluhan tahun kata kapitalisme dan kebebasan selalu dikaitkan kepada satu sama lain.
Namun kenyataannya keduanya tidak berhubungan ke arah positif.
Sebelumnya perlu dipahami, kebebasan ada dua jenis: kebebasan positif dan kebebasan negatif.
Kebebasan positif adalah kebebasan mampu memiliki kapasitas untuk bertindak sesuai keinginan kita masing-masing.
Sedangkan kebebasan negatif adalah kebebasan dari paksaan orang lain.
Sayangnya, kapitalisme justru menekan kedua jenis kebebasan ini.
Contohnya yang paling mudah ditemukan adalah kapitalisme ekonomi.
Kebebasan yang digadang-gadang dalam kapitalisme ekonomi adalah siapapun bisa beroperasi dalam sistem ekonomi makro tanpa paksaan perusahaan yang lebih besar.
Sayangnya hal tersebut tidak terjadi.
Pemerintah AS adalah satu-satunya pihak yang bisa mengatur pembagian peruntungan bagi para pelaku ekonomi di negara itu sendiri, tapi pemerintah juga sudah dibeli oleh para perusahaan-perusahaan besar seperti Amazon milik Jeff Bezos ataupun Facebook milik Mark Zuckeberg.
Sehingga pemerintah sudah gagal membagi peruntungan bagi seluruh rakyat, dan akhirnya hanya orang-orang kaya yang semakin kaya.
Contoh lain adalah rentannya biaya kesehatan di negara penganut kapitalisme.
Rupanya, banyak penduduk Amerika kesulitan membayar biaya kesehatan mereka, sedangkan para miliuner tetap aman-aman saja mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai, itupun sebelum adanya pandemi Covid-19.
Bisnis-bisnis kecil pun hancur total karena pandemi, tapi pandemi hanyalah api kecil yang mempercepat kehancuran tersebut.
Dipastikan jika tidak ada pandemi, bisnis kecil yang tidak mampu bertahan melawan sistem kapitalis juga akan hancur.
Sementara bisnis besar tetap mendapatkan keuntungan besar-besaran di tengah pandemi ini, dan justru semakin kaya.
Lebih ironis lagi, kebebasan dalam memilih pekerjaan pun kian terbatas akibat kapitalisme.
Bisnis kecil kesulitan membayar pegawainya dengan upah yang memadai, sedangkan bisnis raksasa lebih memilih keuntungan dengan mengurangi karyawan sebanyak mungkin.
Hal tersebut membuat kondisi semakin banyak pengangguran yang ada meskipun tingkat pendidikan mereka semakin tinggi.
Intinya, kapitalisme telah membuat kebutuhan dasar seperti obat-obatan, makanan, minuman, dan tempat bernaung menjadi tereksploitasi dan harganya melambung drastis.
Warga di bawah kapitalisme harus bekerja dalam kondisi tidak bebas hanya karena takut kehilangan pekerjaannya dan tidak bisa membayar kebutuhan sehari-hari, ini sudah bukan bentuk kebebasan lagi.
Sementara itu, paham sosialis justru memberikan sedikit ruang bagi warganya untuk merasakan kebebasan.
Sosialis dengan aturan seperti undang-undang buruh anak kecil, aturan libur setiap akhir pekan, jam kerja 40 jam seminggu, asuransi, keamanan sosial, undang-undang keamanan tempat kerja dan jam kerja 8 jam sehari memberikan kemudahan bagi para pekerjanya.
Anak kecil dipekerjakan sepertinya memang kejam, tapi mereka lebih mudah masuk ke dalam mesin-mesin raksasa dan upahnya lebih sedikit daripada orang dewasa.
Sistem ini justru memberikan lebih banyak peluang kerja baik kepada orang-orang dengan pendidikan rendah, dan juga jaminan kesehatan dan kehidupan yang lebih layak.
Hal ini perlu dikaji mengingat Indonesia akan menerapkan RUU Omnibus Law yang dilihat dari berbagai sisi lebih memudahkan para pemilik perusahaan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini