Advertorial

'Kapan Ini akan Berakhir? Kita Sudah Lelah', Inilah Cerita dari Penggali Makam di Surabaya yang Sudah Kuburkan 1.500 Jenazah Korban Covid-19

Khaerunisa

Penulis

Selain dokter yang berjuang di garda depan, peran para penggali makam pun tak boleh dilupakan. Merekalah yang berjibaku
Selain dokter yang berjuang di garda depan, peran para penggali makam pun tak boleh dilupakan. Merekalah yang berjibaku

Intisari-Online.com - Setiap orang turut serta menangani pandemi Covid-19 dengan caranya masing-masing.

Selain dokter yang berjuang di garda depan, peran para penggali makam pun tak boleh dilupakan.

Merekalah yang berjibaku menggali makam untuk menguburkan jenazah para korban Covid-29.

Bahkan, sempat mereka lakukan tanpa dilengkapi alat pelindung diri (APD).

Munaji, salah satu penggali makam di Tempat Pemakaman Umum ( TPU) Keputih, Kota Surabaya, mengaku telah menguburkan lebih kurang 800 jenazah Covid-19.

Baca Juga: Selalu Pakai APD Lengkap, Dokter Ini Ungkap Dirinya Positif Covid-19 hingga Mengaku Tak Bisa Mencium Apapun, 'Belum Tahu Bagaimana Bisa Tertular'

Namun, bila ditambah dengan jenazah yang dimakamkan di TPU Babat Jerawat, Munaji dan rekan-rekannya sudah menguburkan 1.500 jenazah selama masa pandemi corona.

"Ini nyata pemakamannya Covid-19, mulai awal pandemi sampai sekarang, sekitar 1.500-an lebih," kata Munaji dilansir dari KompasTV, Senin (24/8/2020).

Munaji menceritakan, di awal-awal masa pandemi, dalam sehari dirinya bisa menguburkan 35 jenazah dan bekerja hingga 24 jam.

Takut tertular

Dalam hati, Munaji masih merasa was-was akan tertular Covid-19.

Baca Juga: Pulau Jawa dan Jakarta dengan Mudah Bisa Jadi Sasaran Tembakan China, Inilah Dampak Menghawatirkan Jika China Benar-benar Menguasai Laut China Selatan

Namun, dengan dengan ketulusan dan panggilan tugas, Munaji tetap bertahan hingga saat ini.

Munaji pun mengajak masyarakat untuk menghentikan penularan corona bersama-sama dengan mematuhi protokol kesehatan.

Hal itu, menurut Munaji, akan mengurangi jumlah korban meninggal dunia karena terinfeksi.

"Kapan ini akan berakhir? Kita sudah lelah, kita sudah jenuh. Namun bagaimana lagi, ini sudah tugas," katanya.

Baca Juga: Dunia Tahunya China dan Amerika Sedang Bermusuhan, di Balik Itu Semua Kedua Negara Ini Punya Hubungan yang Baik-baik Saja, Pertemuan Wakil China dan AS Jadi Buktinya

Tak pulang ke rumah

Kisah serupa juga dialami Herman (55), penggali makam khusus jenazah corona di TPU Gandus Hill, Palembang, Sumatera Selatan.

Di awal-awal pandemi, Herman bahkan memilih tak pulang ke rumah karena khawatir menularka ke anak istrinya.

Herman dan empat rekannya saat itu menghabiskan waktu di TPU. Pulang sesekali hanya untuk ganti baju kotor.

"Pulang dua kali sehari sekali, hanya ganti baju lalu ke sini lagi," kata Herman kepada Kompas.com pada hari Minggu (7/6/2020).

Baca Juga: Hadapi Corona; Jangan-jangan Anda Sudah Salah Menyimpan 11 Makanan Ini

Lalu, saat ditemui Kompas.com, Herman mengaku saat bekerja menguburkan jenazah, hanya berbekal cangkul dan baju biasa. Tak ada baju hazmat untuk melindungi diri.

Meski demikian, ia mengaku ikhlas melakukan hal itu demi misi kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19.

"Pulang dua kali sehari sekali, hanya ganti baju lalu ke sini lagi," kata Herman kepada Kompas.com pada hari Minggu (7/6/2020).

Lalu, saat ditemui Kompas.com, Herman mengaku saat bekerja menguburkan jenazah, hanya berbekal cangkul dan baju biasa. Tak ada baju hazmat untuk melindungi diri.

Baca Juga: Tak Tahu Malu, Ketahuan Selingkuh dari Pernikahan 6 Tahunnya, Seorang Suami Justru Jotos Teman Sang Istri saat Digerebek di Hotel

Meski demikian, ia mengaku ikhlas melakukan hal itu demi misi kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19.

"Kalau kita semua menolak untuk memakamkan, terus siapa yang mau memakamkan. Saya hanya berdoa minta perlindungan sama Allah selama bekerja. Ini semua demi kemanusiaan," ujar Herman saat itu.

Menurut pengakuan Herman, dirinya dan rekan-rekannya mendapat upah Rp 750.000 untuk satu lubang. Uang itu kemdian dibagi merata.

"Tidak ada uang tambahan lain, hanya itu saja. Kalaupun ada dikasih vitamin. Tapi kami tetap ikhlas, karena ini hanya ini yang bisa saya bantu selama pandemi ini," ujar Herman.

Baca Juga: Obat Penurun Panas di Rumah dan Kapan Perlu Menghubungi Dokter

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sepenggal Cerita Penggali Makam Khusus Covid-19 di Surabaya: Ini Nyata, Sudah 1.500 Jenazah Dikuburkan

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait