Advertorial

Sering Disebut sebagai Penyebab Kerusakan Alam, Lalu Apa yang Terjadi pada Bumi Jika Manusia Punah? Ini Perubahan Dramatis Menurut Para Ilmuwan

Khaerunisa

Editor

Seringkali manusia dianggap menjadi salah satu penyebab kerusakan bumi. Lalu, apa yang terjadi pada bumi jika manusia punah?
Seringkali manusia dianggap menjadi salah satu penyebab kerusakan bumi. Lalu, apa yang terjadi pada bumi jika manusia punah?

Intisari-Online.com - Seringkali manusia disebut sebagai salah satu penyebab kerusakan bumi.

Lalu, apa yang terjadi pada bumi jika manusia punah?

Akankah ada banyak perubahan yang terjadi di bumi?

Terlepas dari usia Bumi dan bencana alam, ada beberapa teori yang berkembang mengenai kepunahan manusia.

Baca Juga: Kini Banyak Dibenci Penduduk Bumi, Ternyata Awal Mula Diciptakannya Kantong Plastik Justru untuk Menolong Bumi, Begini Kisahnya

Namun semua teori menyebutkan kepunahan manusia terjadi secara bertahap, tidak sekaligus.

Pada masa mendatang, bukannya tak mungkin manusia akan meninggalkan Bumi dan menduduki planet lain untuk menyelamatkan diri dari perubahan iklim dan pemanasan global.

Jika tak lagi ada manusia di Bumi, area yang diperhatikan lebih dulu adalah perkotaan.

Mengutip Live Science, Senin (17/8/2020), perubahan paling dramatis akan terjadi di sini.

Baca Juga: Hadapi Corona; 26 Makanan Tahan Lama Ini Cukup Disimpan di Meja Dapur

Hujan terus-menerus akan membanjiri terowongan-terowongan kereta bawah tanah.

Diperkirakan, butuh waktu sekitar 36 jam untuk stasiun dan terowongan kereta bawah tanah tenggelam secara penuh.

Kemudian, pusat-pusat nuklir dan minyak bumi yang terbengkalai akan meledak dan menimbulkan radiasi.

Beberapa jenis limbah minyak bumi dan industri disebut tidak akan bisa terurai hingga akhir usia Bumi.

Baca Juga: Meski Muak Setengah Mati pada China, Angkatan Udara Taiwan Justru Dilarang Menembak Duluan ke Pasukan China, Mengapa?

Sementara itu, bekas sampah plastik yang ditinggalkan tidak akan terurai dalam waktu ribuan tahun.

Usai beberapa kali musim dingin, tanpa adanya pembersihan es yang biasa dilakukan oleh manusia secara teratur, trotoar dan jalan perlahan akan retak dan menyediakan relung untuk tumbuhnya benih-benih baru yang dibawa oleh burung dan angin.

Jembatan juga akan bernasib sama. Tumbuhan liar akan merambati pondasinya dan dalam waktu beberapa ratus tahun, jembatan akan tertutup sepenuhnya oleh beberapa tumbuhan liar.

Para ilmuwan memperkirakan jalanan akan berubah menjadi padang rumput kecil, dan hutan akan tumbuh dalam waktu 500 tahun.

Baca Juga: Pandemi Tak Menghalangi Kemeriahan HUT RI ke-75, Viral Lomba Menatap Foto Mantan Pacar Terlama, Ternyata Ini Faktanya

Dengan semua habitat baru tersebut, alam akan mengambil alih perkotaan yang dulu disebut sebagai concrete jungle menjadi padang rumput, semak belukar, dan pepohonan yang lebat.

Setiap musim gugur, daun dan ranting akan berguguran, menjadi makanan sempurna untuk kebakaran yang dipacu oleh ganasnya petir.

Bangunan itu sendiri akan mengalami kerusakan berat akibat erosi dan kebakaran.

Pondasi yang pertama kali roboh adalah kaca, kemudian struktur logam akan mulai berkarat.

Baca Juga: Saking Cintanya pada Ratu Eizabeth II, Pangeran Philip yang Dulunya Bergaji Pas-pasan Sampai Harus Hancurkan Warisan Keluarga untuk Bikin Cincin Tunangan Sang Ratu

Kebangkitan fauna Berangkat dari perubahan vegetasi perkotaan, populasi serangga akan meningkat drastis.

Para ilmuwan menyebutkan bahwa inilah awal dari kebangkitan fauna apabila manusia punah suatu hari nanti.

Begitu populasi serangga memulih, tanaman akan berkembang dengan lebih baik.

Tumbuhan, tanah, saluran air dan lautan akan pulih bebas dari bahan kimia yang mencemari ekosistem saat ini.

Baca Juga: Biasa Tersaji di Meja Makan Orang Indonesia, Ternyata Ikan Lezat dan Gurih Ini Bisa Mengandung Racun Kimiawi Pemicu Kanker, Perhatikan Hal Ini Jika Ingin Mengonsumsinya

Hal itu kemudian mendorong lebih banyak satwa liar untuk pindah dan menetap di suatu tempat.

Transisi ini juga akan memicu peningkatan keanekaragaman hayati dalam skala global.

Para peneliti yang sebelumnya memodelkan keanekaragaman megafauna, seperti singa, gajah, harimau, badak, dan beruang di Bumi telah mengungkapkan bahwa dulu dunia sangat kaya akan spesies ini.

Namun hal itu berubah ketika manusia mulai invasi ke berbagai wilayah Bumi, berburu dan menyerang habitat mereka.

Baca Juga: Cuma Mau Enaknya, Seorang Pria Nikahi Bocah 12 Tahun hingga Miliki 44 Anak, Minggat Tinggalkan Sang Istri yang Banting Tulang Sendiri Urus Anak-anaknya

“Di Australia, terjadi peningkatan kepunahan hampir 60.000 tahun yang lalu. Di Amerika Utara dan Selatan, peningkatan terlihat sekitar 15.000 tahun lalu. Sementara itu di Madagaskar dan Kepulauan Karibia, peningkatan drastis terlihat beberapa ribu tahun lalu,” tutur Soren Faurby, dosen makroekologi dan makroevolusi dari Universitas Gothenberg di Swedia.

Tanpa manusia yang menyebar ke berbagai penjuru Bumi, seluruh planet bisa dipenuhi oleh beragam spesies layaknya Taman Nasional Serengeti di Afrika Timur.

Penelitian juga mengungkapkan, jika tidak ada dampak kehidupan manusia, Amerika Serikat bagian tengah dan sebagian Amerika Selatan akan menjadi tempat yang paling kaya akan megafauna di Bumi.

Hewan seperti gajah akan menjadi pemandangan umum di Kepulauan Mediterania.

Baca Juga: Bak Air Susu Dibalas Air Tuba, Niat Hati Beri Pinjaman Uang Rp1 Juta, Wanita Ini Malah 'Tekor' Hingga Rp1,3 Miliar, Ini Modus Pelaku

Bahkan, akan ada badak di sebagian besar Eropa bagian utara.

“Pada dasarnya, jika tidak ada dampak manusia, seluruh dunia akan menjadi satu hutan belantara yang besar,” tutur Jens-Christian Svenning, profesor makroekologi dan biogeografi di Aarhus University, Denmark.

Dampak perubahan iklim Meski satu Bumi menjadi hutan belantara yang besar, ada satu dampak yang tak bisa dihilangkan akibat aktivitas manusia: perubahan iklim.

Misal, ketika ada ledakan dari pabrik nuklir atau gas bumi, karbondioksida dalam jumlah melimpah akan menguap ke atmosfer.

Baca Juga: Terpikat Lalu Nikahi Wanita Indonesia yang Ditemuinya, Pria Bule Ini Harus Mengetahui Kenyataan Pahit tentang Identitas Sang Istri yang Sebenarnya: 'Dunia Saya Runtuh, Tertipu Hampir 20 Tahun!'

Meski karbondioksida akan diserap oleh samudera dan lautan, namun ada batasan agar lautan tersebut tidak menjadi terlalu asam.

Apabila jumlah karbondioksida terlalu besar, maka tanpa ada manusia pun, biota lautan akan terancam.

Saat ini saja, tingkat karbondioksida pada atmosfer Bumi sudah membutuhkan ribuan tahun untuk dihilangkan sepenuhnya.

Cairnya lapisan es di kutub akan melepas lebih banyak lagi gas rumah kaca.

Baca Juga: Ada yang Mengandung Racun 1.200 Kali Lebih Mematikan dari Sianida, Ini 9 Makanan Berbahaya di Dunia yang Harus Diwaspadai, Lihat Apakah Sering Anda Makan!

Namun para peneliti mengambil contoh periode Jurrasic, di mana jumlah karbondioksida di atmosfer lima kali lebih banyak dari saat ini.

Tingkat keasaman laut meningkat drastis, namun tetap akan ada spesies yang bertahan.

Akan tetap ada spesies yang terus berevolusi dan menjadi bagian dari Bumi.

“Meski iklim ekstrem berpotensi muncul, alam selalu menemukan jalan. Bila suatu hari akan ada dunia tanpa manusia, tetap tidak akan menghentikan apa yang tersisa dari planet ini untuk terus berjuang,” tutur para peneliti.

Baca Juga: Dikira Temukan Fosil saat Memancing, Anak Ini Ternyata Bawa Pulang Benda yang Mampu Menghancurkan, Polisi Sampai Dipanggil untuk Menjinakkannya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Apa yang Terjadi pada Bumi jika Manusia Punah?

(*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait