Advertorial
Intisari-Online.com - Filipina menjadi salah satu negara yang terlibat konflik di Laut China Selatan.
Ini karena Filipina merasa klaim China atas Laut China Selatan sangat tidak masuk akal.
Sebab negara Asia Tenggara itu juga menjadi salah satu negara yang menjadikan Laut China Selatan sebagai mata pencaharian.
Melihat hal ini, banyak yang berpikir bahwa Filipina akan bersitegang dengan China dan akan 'mendekati' Amerika Serikat (AS).
Namun rupanya tidak.
Dilansir dari kontan.co.id pada Rabu (5/8/2020),Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memerintahkan angkatan laut Filipina untuk tidak bergabung dengan latihan militer yang dipimpin AS di Laut China Selatan.
"Presiden memiliki perintah tetap, bahwa kita tidak boleh melibatkan diri dalam latihan angkatan laut di Laut China Selatan."
"Kecuali di perairan nasional kita, [dalam] 12 mil dari pantai kita," kata Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.
Lorenzana mengatakan larangan itu bertujuan untuk menjaga ketegangan di daerah tersebut.
Di mana kegelisahan telah meningkat di tengah peningkatan tajam dalam patroli dan pengawasan daerah oleh Amerika Serikat.
Baru-baru ini, AS berangkat dari sikap netral pada sengketa teritorial yang melibatkan berbagai negara Laut China Selatan untuk menggambarkan klaim Beijing di daerah itu sebagai tindakan melanggar hukum.
"Jelas, jika tindakan satu negara dianggap berseteru dengan yang lain, ketegangan biasanya akan meningkat," kata Lorenzana dalam mengesampingkan partisipasi Filipina dalam latihan AS.
Analis mengatakan larangan itu merupakan upaya untuk menenangkan China dan menjauhkan Filipina dari sekutu tradisionalnya yakni AS.
Menurut mantan senator Antonio Trillanes yang seorang pensiunan perwira angkatan laut, arahan itu adalah manifestasi yang jelas dari dukungan Filipina terhadap kebijakan luar negeri China di Laut Filipina Barat.
Laut Filipina Barat adalah sebutan resmi pemerintah Filipina untuk bagian timur Laut China Selatan yang berada dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
"Arahan ini akan diperhitungkan oleh AS ketika mereka menganalisis keseimbangan kekuasaan di Asia Timur dan Pasifik," kata Trillanes.
Jose Antonio Custodio, seorang analis keamanan dan rekan non-residen dari lembagathink tankStratbase ADR yang berbasis di Manila, mengatakan langkah itu sesuai dengan pola di mana Duterte telah mengurangi berbagai latihan bersama dengan AS sejak menjadi presiden pada 2016.
Duterte sebelumnya berbicara tentang memutar Filipina ke Beijing dan menjauh dari AS.
Tetapi kebijakan itu terbukti sangat kontroversial ketika menyangkut Laut China Selatan, di mana Manila dan Beijing memiliki klaim teritorial yang saling bertentangan.
Di bawah pemerintahan Benigno Aquino III sebelumnya, Filipina telah mengajukan kasus yang menentang klaim China di Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag.
Ia memenangkan kasus ini, dengan putusan pengadilan pada tahun 2016, atau tidak lama sebelum Duterte berkuasa.
(Tendi Mahadi)