Advertorial
Intisari-Online.com -Jika kelak pemberian vaksin Covid-19 sudah dilakukan, berharaplah Anda termasuk orang terpilih untuk mendapatkannya.
Sebab, pemerintah melaluiKementerian Riset dan Teknologi menyatakan bahwa pemberian vaksin Covid-19 hanya akan diberikan pada orang-orang yang terpilih.
Pernyataan tersebut dilontarkan saat Kemenristek mengumumkan harga vaksin Covid-19.
Lalu, apa alasan pemerintah Indonesia tidak memberikan vaksin Covid-19 kepada seluruh warganya?
Seperti kita ketahui, hingga saat ini negara-negara di dunia sedang berusaha keras menemukan vaksin Covid-19.
Penemuan vaksin tersebut diharapkan dapat dilakukan secepat mungkin dan tentu saja dapat disalurkan secepatnya ke setiap orang di dunia.
Sebab, seperti kita ketahui, virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini sudah menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia, dan membuat perekonomian semua negara anjlok.
Memang tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat mengembangkan vaksin ini.
Ketua Konsorsium Penelitian dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Teknologi, Ali Ghufron Mukti memperkirakan apabila vaksin virus corona sudah tersedia, harganya akan berkisar Rp75.000 per orang.
“Jika harga vaksinnya sekitar USD5 atau Rp75.000, maka kita butuh setidaknya Rp26,4 triliun,” ujarnya dalam telekonferensi pers, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (2/7).
Pihaknya menjelaskan, perkiraan biaya tersebut dihitung berdasarkan rumus atau formula viro yang akan menghitung berapa orang yang perlu divaksin.
Dengan formula tersebut, dibuat perhitungan bahwa satu orang dapat menularkan virus sampai ke tiga orang.
Lalu, dilakukan perhitungan dengan mengkalikan dengan 2/3 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 260 juta orang. Sehingga didapatkan 176 juta unit vaksin.
“Jika setiap orangnya membutuhkan dua kali vaksin, maka diperlukan 352 juta unit vaksin untuk masyarakat,” imbuhnya. Setidaknya, kata Ali, dibutuhkan waktu selama kurang lebih satu tahun untuk bisa memvaksin semua warga yang membutuhkan.
Hingga saat ini, Indonesia sedang bekerja sama dengan dua negara dalam usaha pencarian vaksin Covid-19 ini.
Ali menjelaskan, vaksin yang dikembangkan BUMN farmasi PT Bio Farma Tbk dan perusahaan bioteknologi asal China Sinovac Biotech, Ltd telah melewati fase uji klinis pertama dan akan memasuki fase kedua pada akhir Juni nanti.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan PT Kalbe Farma Tbk bekerjasama dengan perusahaan asal Korea Selatan, Genexine Inc, sedang dalam proses uji klinis fase pertama di Korea Selatan sejak Juni lalu.
Uji klinis fase kedua rencananya akan digelar di Indonesia pada Agustus mendatang.
Vaksin yang sedang dikembangkan konsorsium nasional ditargetkan akan memasuki fase uji coba pra-klinik (preclinical trial) pada akhir 2020 nanti.
Vaksin yang dikembangkannya itu menggunakan platform vaksin protein rekombinan hasil proses cloning.
“Preclinical trial akan mulai pada akhir 2020, dan jika (ada) perpanjangan (waktu), mungkin pada awal 2021. Ini akan dilanjutkan oleh beberapa preclinical trial selanjutnya dalam tahun ini atau awal 2021,” jelasnya.
Pihak konsorsium nasional mengembangkan vaksin dengan platform/metode protein rekombinan dengan menggunakan strain Covid-19 asal dari Indonesia.
Protein rekombinan ini dipilih, kata Ali, karena Indonesia sendiri sudah memiliki teknologinya sehingga tidak perlu lagi memproduksi lebih banyak virus.
Proses pengembangan vaksin lokal ini dilakukan bukan hanya untuk mencari apakah vaksin tersebut efektif, namun juga untuk memastikan vaksin ini aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya.
“Diperkirakan hasilnya untuk orang Indonesia sendiri akan ditemukan pada pertengahan 2021,” imbuhnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harga Vaksin Corona Diperkirakan Rp 75.000 Per Orang, Kapan Siap?".