Advertorial

Selain Mewariskan Utang Negara Rp 3.500 Triliun, Najib Razak Juga Disoroti Gaya Kepemimpinannya yang Diktator, Wakil PM Malaysia: 'Kami Menyaksikan Runtuhnya Demokrasi'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Najib Razak meninggalkan kepemimpinannya sebagai Perdana Menteri Malaysia dengan mewariskan utang negara mencapai Rp3.500 triliun.
Najib Razak meninggalkan kepemimpinannya sebagai Perdana Menteri Malaysia dengan mewariskan utang negara mencapai Rp3.500 triliun.

Intisari-Online.com - Najib Razak meninggalkan kepemimpinannya sebagai Perdana Menteri Malaysia dengan mewariskan utang negara mencapai Rp3.500 triliun.

Seperti diketahui, Najib Razak menjabat dua periode yaitu tahun 2009-2013 dan 2013-2018.

Kemudian Mahatir Mohamad menggantikannya meski baru-baru ini dirinya mengundurkan diri.

Kala menjabat Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, akhirnya ikut buka suara terhadap krisis yang dialami oleh Malaysia.

Baca Juga: Sudah Rugikan Rakyat Rp18 Triliun, Bahkan Presiden Sampai Disomasi, Sebenarnya Apa Sih Alasan Pemerintah Ogah Turunkan Harga BBM?

Utang Malaysia ini berhilir pada kasus mega korupsi mantan Perdana Menterinya (PM) Najib Razak beserta istri.

Yang pusing tentunya pemerintahan selanjutnya suksesi dari Najib ke tangan PM tertua dunia, Mahathir Mohamad waktu itu.

Tak sampai di situ, lebih jauh ternyata kepemimpinan Najib Razak juga menuai protes lain.

Yakni seputar caranya memerintah yang berbau kediktatoran.

Baca Juga: Hati-hati Para Pria, Baru Seminggu Menikah, Pria Ini Temui Istrinya Berjenggot dan Suaranya Mirip Pria, Ini Kemudian Nasibnya

Dilansir dari National Interest, pada Maret 2016, mantan wakil perdana menteri Malaysia saat itu, Muhyiddin Yassin , mengeluarkan pernyataan di Facebook yang memperingatkan bahwa negara tersebut telah jatuh ke dalam kediktatoran.

Yassin mengecam Perdana Menteri yang waktu itu berkuasa, Najib tun Razak karena mengawasi membungkam demokrasi di negeri Jiran ini.

"Dalam menghadapi kemarahan publik di kepemimpinannya, Najib menggunakan semua kekuatan yang dia miliki untuk menekan suara oposisi dan membungkam kritiknya," kata Yassin.

Baca Juga: Smartphone Sharp Bangkit Lagi Lewat Aquos R3 dan Zero2 di Kelas Flagship, Harganya Menarik

"Kami benar-benar menyaksikan runtuhnya institusi demokrasi dan munculnya kediktatoran baru."

Ini bukan kritik baru oleh Yassin, tapi mungkin itu adalah serangan paling kerasnya terhadap perdana menteri sampai pada saat itu.

Najib memecat Muhyiddin Yassin tahun 2015 setelah mengungkapskandal korupsi 1 Malaysian Development Berhad (1MDB) atau skandal 1MDB.

Baca Juga: (Foto) Harus Bawa Sekoper Uang untuk Beli Popok, Inflasi Venezuela Tembus 3.684 Persen pada Mei Ini, Saking Parahnya Dulu Pembalut Wanita Dihargai Hampir Rp 300 Ribu pada 2018

Sekitar 2 tahun lalu, pemerintah Indonesia telah setuju untuk menyerahkan kapal pesiar mewah senilai 250 Juta US Dollar (Rp3 triliun) kepada Malaysia.

Kapal tersebut sebelumnya di tahan di Bali pada awal tahun 2018 oleh pihak berwenang Indonesia.

Kapal berbendera Cayman Island ini ditangkap pada bulan Februari 2018 atas permintaan pemerintah AS sebagai bagian dari penyelidikan skandar korupsi yang dilucurkan Departemen Kehakiman (DOJ).

Baca Juga: Usia 74 Tahun Menangkan Lotere 21 Miliar, Kakek Ini Justru Tega Tinggalkan Keluarga Demi Kejar Gadis Belia, Kekayaannya Juga Ikut 'Raib'

Disebut Diktator

Pernyataan Yassin menggemakan pernyataan serupa yang dirilis oleh mantan perdana menteri Mahathir Mohamad pada saat itu.

Mahathir, yang telah mengkritik keras Najib selama lebih dari setahun karena tuduhan korupsi yang meluas oleh Najib dan anggota keluarganya, kembali mengecamnya.

Baca Juga: Bak Petir di Siang Bolong, Pemilik Bengkel Ini Kaget Lihat Tagihan Listriknya Capai Rp20 Juta, Begini Penjelasan Pihak PLN

Mahathir, seperti Yassin, mengklaim bahwa perdana menteri memimpin Malaysia ke arah kediktatoran.

Najib dilaporkan mengatur putsch intrapartai yang menggulingkan putra Mahathir sebagai kepala menteri negara bagian Kedah pada tahun itu.

Meski begitu, waktu itu baik Mahathir maupun Yassin bukanlah pembawa pesan yang ideal untuk memperingatkan ancaman terhadap kebebasan Malaysia saat itu.

Mahathir dengan jelas memecat wakilnya saat itu, Anwar Ibrahim, pada 1998 setelah Anwar berselisih dengan perdana menteri mengenai kebijakan moneter dan kebutuhan akan kebebasan yang lebih besar di dalam partai yang berkuasa dan di Malaysia pada umumnya.

Mahathir kemudian terus mendominasi pemerintah ketika pihak berwenang mengejar kasus yang sangat meragukan terhadap Anwar untuk sodomi. (*)

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait