Intisari-Online.com - Seorang pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyuarakan kekhawatiran pada hari Selasa 9 Juni kemarin sebagaimana dilansir Hindustan Times.
Dia menyebut "kekurangan pangan yang meluas dan kekurangan gizi" di Korea Utara.
Bahkan masalah ini telah diperburuk oleh penutupan perbatasan hampir lima bulan dengan China dan langkah-langkah yang diambil Korut terhadap COVID-19.
Tomas Ojea Quintana, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia di Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), mendesak Dewan Keamanan PBB untuk "mempertimbangkan kembali sanksi" pada negara yang terisolasi itu untuk memastikan aliran pasokan makanan.
“Ada laporan peningkatan jumlah tunawisma di kota-kota besar - termasuk kotjebi (anak jalanan), dan harga obat-obatan dilaporkan melejit."
"Semakin banyak keluarga makan hanya dua kali sehari."
"Atau hanya makan jagung, dan beberapa kelaparan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Elisabeth Byrs, juru bicara Program Pangan Dunia PBB (WFP), mengatakan kepada pengarahan berita di Jenewa bahwa situasi kemanusiaan di Korea Utara "tetap suram", dengan sekitar 10 juta, atau 40% dari populasi, membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR