Advertorial
Intisari-Online.com - Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi.
Mungkin pepatah di atas cocok untuk menggambarkan kejadian yang menimpa para petugas medis.
Sudah menjadi garda terdepan yang menangani virus corona (Covid-19), mereka juga mendapat perlakukan tidak baik.
Alhasil beberapa dari mereka protes.
Dilansir dari kompas.com pada Jumat (22/5/2020),sebanyak 60 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir yang berstatus honorer melakukan protes dengan menggelar aksi mogok kerja.
Beberapa alasan yang mereka sampaikan, di antaranya terkait ketersediaan alat pelindung diri (APD) minim, ketidakjelasan insentif dari Pemkab, tidak ada rumah singgah bagi tenaga medis yang menangani pasien corona, dan gaji hanya sebesar Rp750.000 per bulan.
“Tenaga paramedis tidak mau melaksanakan perintah pihak rumah sakit karena tidak ada surat tugas."
"Selain itu tidak ada kejelasan soal insentif bagi mereka."
"Mereka hanya menerima honor bulanan sebesar Rp750.000."
"Sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19,” terang sumber Kompas.com yang tidak ingin disebut namanya.
DPRD turun tangan
Menyikapi aksi protes dari para tenaga medis tersebut, DPRD Ogan Ilir turun tangan.
Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir Rizal Mustopa mengaku sudah mendesak Bupati untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD.
Sebab, ia menilai tuntutan yang disampaikan para tenaga medis berkaitan dengan kebutuhan dasar dan keselamatan tenaga medis itu sendiri, seperti kebutuhan APD standar, intensif tambahan, dan rumah singgah.
“Intinya pemenuhan apa yang dituntut oleh tenaga paramedis itu seharusnya sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir."
"Sebab masalah itu sudah diajukan, termasuk masalah insentif juga sudah diajukan RSUD Ogan Ilir jauh hari sebelum kejadian ini."
"Pertanyaannya, kenapa tenaga kesehatan itu bisa mogok?“ tanya Rizal.
Karena itu, ia meminta Pemkab Ogan Ilir untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja direktur dan manajemen RSUD.
Bantahan RSUD
Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah tudingan yang disampaikan para tenaga medis yang melakukan mogok kerja.
Ia berdalih, tuntutan para tenaga medis terkait dengan rumah singgah dan insentif tambahan bagi yang menangani pasien corona sudah disediakan.
Karena itu, tudingan yang disampaikan itu hanya mengada-ada karena ketakutan semata.
“Mereka lari ketakutan saat melihat ada pasien yang positif Covid-19," jelas Roretta.
“Tidak ada tenaga dokter, mereka para tenaga medis seperti perawat dan sopir ambulans, mereka itu takut menangani pasien positif Covid-19, itu saja, bukan karena soal lain,” tambah Roretta.
Bupati pecat 109 tenaga medis
Buntut adanya aksi mogok kerja itu, sedikitnya ada 109 tenaga medis dipecat dengan tidak hormat.
Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam mengatakan, tenaga medis yang dipecat itu di antaranya 14 dokter spesialis, delapan dokter umum, 33 perawat berstatus aparatur sipil negara (ASN), dan 11 tenaga honorer di RSUD Ogan Ilir.
“Ya sudah diberhentikan, saya yang menandatangani surat pemberhentiannya,” kata Ilyas saat dikonfirmasi di Kantor Badan Amil Zakat Nasional Ogan Ilir, Kamis (21/5/2020).
Senada dengan Direktur RSUD, Ilyas menganggap bahwa tudingan terkait dengan para tenaga medis tersebut tidak benar.
Sebab, APD, rumah singgah, dan insentif tambahan dianggap sudah disediakan jauh sebelumnya.
“Insentif sudah ada, minta sediakan rumah singgah, sudah ada 34 kamar ada kasur dan pakai AC semua, bilang APD minim, APD ribuan ada di RSUD Ogan Ilir, silakan cek,” jelas Ilyas.
Meski ratusan tenaga medis dipecat, ia berdalih tidak akan memengaruhi pelayanan.
Sebagai pengganti, pihaknya akan mencari tenaga medis baru.
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Fakta 109 Tenaga Medis di RSUD Ogan Ilir Dipecat, Berawal dari Aksi Mogok Kerja")
Baca Juga: Jelang Lebaran, Asteroid Berukuran 1.500 Meter Meluncur Dekati Bumi, Berbahayakah? Ini Jawaban NASA