Advertorial
Intisari-Online.com - Hari Selasa (12/5/2020) pagiitu adalah hari yang spesial bagiZainab (27).
Setelah menunggu buah hati selama 7 tahun lamanya dan menunggu 9 bulan untuk melahirkan, Zainab melahirkan seorang bayi laki-laki.
Bayi laki-laki yang dia dambakan akhirnya lahir disebuah rumah sakit kecil di sudut barat daya Kota Kabul.
Dia sangat gembira dan menamai putranya itu Omid, yang berarti 'harapan' dalam bahasa Dari.
Namun kebahagiaan itu hanya berlangsung selama 4 jam saja.
Sekitar pukul 10 pagi, satu jam sebelum dia dan keluarganya bersiap untuk pulang ke provinsi Bamiyan yang dapat ditempuh dengan tiga jam perjalanan jauhnya, tiga pria bersenjata yang menyamar sebagai polisi menyerbu ke bangsal bersalin rumah sakit dan mulai menembak.
Zainab, yang bergegas kembali dari kamar mandi setelah mendengar keributan itu, pingsan ketika melihat penembakan itu.
Dia telah berusaha memiliki anak selama tujuh tahun, menunggu sembilan bulan untuk bertemu putranya dan hanya memiliki empat jam bersamanya sebelum akhirnya bayinya itu terbunuh.
"Saya membawa menantu perempuan saya ke Kabul agar dia tidak kehilangan bayinya," kata Zahra Muhammadi, ibu mertua Zainab yang tidak bisa menahan kesedihannya.
"Hari ini kami akan membawa jenazahnya ke Bamiyan."
Kami memberinya nama 'Harapan'
Muhammadi, ibu mertua Zainab mengatakan dia melihat salah satu penyerang menembaki wanita hamil dan ibu yang baru melahirkan, bahkan ketika mereka meringkuk di bawah ranjang rumah sakit.
"Kami memberinya nama Omid."
"Harapan untuk masa depan yang lebih baik, harapan untuk Afghanistan yang lebih baik dan harapan untuk seorang ibu yang telah berjuang untuk memiliki anak selama bertahun-tahun," katanya kepada Reuters melalui telepon di Kabul.
Orang-orang bersenjata kemudian berbalik dan menyasar pada buaian tempat Omid tertidur.
Ketika suara peluru bergema di seluruh bangsal, Muhammadi berkata dia pingsan karena ketakutan.
"Ketika saya membuka mata, saya melihat bahwa tubuh cucu saya telah jatuh ke tanah, berlumuran darah," kenangnya dengan meratap sedih.
Pembantaian di rumah sakit
Tidak ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas pembantaian 24 orang, termasuk 16 wanita dan dua bayi baru lahir itu.
Ada pun enam bayi lainnya kehilangan ibu mereka dalam serangan yang telah mengguncang negara yang telah mati rasa oleh perang dan kekerasan militan bertahun-tahun.
"Dalam lebih dari 20 tahun karier saya, saya belum menyaksikan tindakan yang mengerikan dan brutal," kata Dr Hassan Kamel, direktur Rumah Sakit Anak Ataturk di Kabul.
Pasca serangan itu, pada hari yang sama setidaknya 32 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri pada pemakaman di Provinsi Timur Nangarhar.
Serangan bom bunuh diri itu mengancam akan menggagalkan kemajuan menuju pembicaraan damai yang diperantarai Amerika Serikat (AS) antara Taliban dan pemerintah Afghanistan.
Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani mengutuk serangan itu dan memerintahkan militer untuk beralih ke mode ofensif dan bukan taktik pertahanan yang diadopsi, sementara pasukan AS ditarik dari negara itu setelah perang yang panjang dan tidak berujung.
Serangan Taliban, kelompok garis keras utama, telah membantah keterlibatan dalam kedua serangan itu, meski pun kepercayaan di antara para pejabat dan masyarakat luas terhadap kelompok itu semakin menipis.
Kelompok Negara Islam atau ISIS menjadi satu-satunya tersangka, mereka pada akhirnya mengaku berada di balik aksi bom bunuh diri di Provinsi Nangarhar.
Menurut keterangan pejabat pemerintah, serangan di Kabul itu dimulai pada pagi hari ketika orang-orang bersenjata memasuki rumah sakit Dasht-e-Barchi, melempar granat dan menembak.
Pasukan keamanan kemudian diketahui telah membunuh para penyerang pada sore hari.
Pembantaian di rumah sakit bersalin itu telah mengguncang komunitas medis kecil di Kabul sampai ke intinya.
Perawat dan dokter yang selamat dari serangan rumah sakit mengatakan bahwa mereka syok, dan melanjutkan tugas akan menjadi tantangan emosional di atas ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi.
"Tadi malam saya tidak bisa tidur, karena adegan seram dari serangan itu terus melintas di pikiran saya," kata Masouma Qurbanzada, seorang bidan yang melihat pembunuhan itu.
"Sejak kemarin keluarga saya telah mengatakan kepada saya untuk berhenti bekerja di rumah sakit, tidak ada yang berharga bagi hidup saya."
"Tetapi saya mengatakan kepada mereka, 'Tidak, saya tidak akan berhenti bekerja sebagai pekerja kesehatan'."
Para pejabat di MSF mengatakan mereka berusaha untuk menormalkan operasional dan telah menerima dukungan dari rumah sakit lain untuk merawat belasan bayi dan orang dewasa yang terluka dalam serangan itu.
Namun, beberapa petugas medis di rumah sakit mengatakan akan sulit untuk melanjutkan operasional.
"Orang-orang bersenjata itu meledakkan tangki air dan kemudian mulai menembak wanita."
"Saya melihat genangan air dan darah dari celah kecil ruang aman di mana beberapa dari kami berhasil mengurung diri kami," kata seorang perawat MSF anonim.
"Saya melihat pasien dibunuh bahkan ketika mereka telah memohon tetap hidup di bulan suci Ramadhan."
"Sungguh sangat sulit bagi saya untuk bekerja saat ini."
(Miranti Kencana Wirawan)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Kisah Zainab, 7 Tahun Menanti Kehadiran Buah Hati, Hanya Berjumpa 4 Jam Sebelum Tewas akibat Pembantaian")
Baca Juga: Hati-hati, Minum Teh Saat Sahur dan Buka Puasa Bisa Timbulkan Penyakit Berbahaya Ini