Advertorial

Fase New Normal Disebut 'Menanti' Indonesia usai Pandemi Corona, Ini 5 Rekomendasi Peneliti terkait Persiapan Menghadapi Kehidupan Berbeda Itu

Khaerunisa

Editor

Intisari-Online.com - Semua orang tentu merasa bagaimana perbedaan kehidupan kita sebelum dan selama pandemi Covid-19 ini.

Berbagai kebiasaan yang tak banyak dilakukan atau bahkan sama sekali tak terpikirkan oleh kita kini menjadi rutinitas sehari-hari.

Ternyata, menurut ahli, perbedaan kehidupan pun akan terjadi meski pandemi Covid-19 telah berlalu.

Beberapa ahli Indonesia menyebutkan kondisi Indonesia usai pandemi akan memasuki fase the new normal.

Baca Juga: Sejarah Virus Corona di China, Bermula dari Pasar Hewan dan Bermutasi?

Di antaranya Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menegaskan usai pandemi Covid-19, baik secara global maupun khusus Indonesia, kondisi tidak akan kembali seperti pra-pandemi.

"Kita tidak akan kembali ke situasi Indonesia seperti sebelum pandemi yang kita dulu normal. Kita akan menuju Indonesia baru yang berbeda," kata Pandu dalam diskusi daring bertajuk "Mobilitas Penduduk dan Covid-19: Implikasi Sosial, Ekonomi dan Politik", Senin (4/5/2020).

Maksud dari new normal yang disebutkan Pandu tercermin dari banyak aspek. Mulai dari kehidupan sosial, kesehatan, ekonomi, psikologis, dan lain sebagainya.

"Dulu yang kita anggap normal, ternyata tidak siap dalam menghadapi pandemi yang seperti ini. Kita harus menuju Indonesia yang baru yang berbeda atau disebut new normal. Apakah kita akan normal seperti masa lalu? Berkerumun, berkumpul-kumpul, pergi ke restoran, bisa melakukan kegiatan arisan, halal bihalal, atau yang lain, mungkin tidak seperti itu. Seperti apa nantinya, kita gak tahu," imbuhnya.

Baca Juga: Sulit untuk Bernapas hingga Toilet dan Dapur Menyatu, Inilah Potret Miris dan Beratnya Kehidupan Warga Hong Kong yang Tinggal di Apartemen Kumuh

Pandu menyebutkan setidaknya ada beberapa rekomendasi untuk mempersiapkan new normal di Indonesia.

1. Mitigasi kesehatan masyarakat dan sosial, ekonomi, serta psikologis

Dalam langkah pertama ini, pemerintah bersama penduduk harus tetap mengutamakan public health atau kesehatan masyarakat.

Selain itu, masalah sosial, ekonomi dan psikologis perlu dipersiapkan mitigasinya sejak saat ini.

2. Perkuat resilien komunitas

Tidak jauh berbeda dari sebagian aspek dalam mitigasi di atas. Resilien komunitas berarti kita harus memperkuat kultural komunitas.

Kultural atau budaya yang baik dari komunitas di masyarakat baik lokal maupun skala besar akan berkaitan juga dengan kehidupan sosial Indonesia usai pandemi.

Baca Juga: Terungkap Indonesia Beli Senjata Kelas Berat hingga Ringan dari Berbagai Negara Termasuk Negeri Yahudi, Ada 80 Jet Tempur Canggih dari Korsel, Lihat Daftar Lengkapnya!

3. Pelepasan pembatasan sosial dan pemulihan yang bertahap

Menurut Pandu, pemerintah bisa melakukan pelepasan pembatasan sosial secara bertahap, karena tidak mungkin untuk dilepaskan sekaligus.

Pembatasan sosial yang dilepaskan bertahap ini juga seiring dengan pemulihan yang bertahap.

4. Reformasi struktural

Dijelaskan Pandu, reformasi struktural perlu dilakukan untuk merespon cepat mengatasi krisis kesehatan dan menuju ekonomi baru.

"Untuk itu kita harus siap melakukan berbagai perubahan birokrasi, struktural belajar dari penanganan pandemi ini," jelasnya.

5. Memasuki Indonesia baru

Pada langkah ini, merupakan implikasi dari langkah-langkah lain yang saling berkaitan tersebut dapat dilakukan dengan semaksimal dan seoptimal mungkin.

"Maka kita siap memasuki Indonesia baru," kata dia.

Baca Juga: Nikahi Wanita Indonesia dan Jalani 19 Tahun Rumah Tangga, Bule Ini Baru Sadar Sosok Istrinya Waria, Curiga Setiap Berhubungan Intim Kerap Lakukan Hal Ini

Tak akan hilang dari kehidupan manusia

Direktur kedaruratan WHO, dr Mike Ryan, memperingatkan bahwa virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 mungkin tak akan pernah hilang meski nanti ada vaksin.

Kalau pun nanti sudah ada vaksin untuk melawan Covid-19, itu berfungsi untuk mengendalikan virus.

Bukan untuk menghilangkan virus dari muka Bumi.

Hingga Kamis (14/5/2020), lebih dari 4,3 juta orang di seluruh dunia terinfeksi virus corona baru.

Dari kasus yang tercatat itu, hampir 300.000 orang di antaranya meninggal dunia akibat Covid-19.

"Penting diketahui, virus (corona baru) ini bisa menjadi virus endemik yang ada di masyarakat, dan virus ini mungkin tidak akan pernah hilang," ungkap Ryan dalam konferensi pers virtual dari Jenewa, Rabu (13/5/2020).

"HIV belum hilang. Dan kini kita berhadapan dengan virus corona," imbuhnya seperti dilansir BBC, Kamis (14/5/2020).

Baca Juga: Seorang Gadis Muda Muncul di Hadapan Petugas Medis dalam Kondisi Sesak Napas hingga Kejang, Kenyataan Sebenarnya Justru Bikin Geram

Ryan sendiri mengaku tidak percaya pada siapapun yang membuat prediksi kapan penyakit Covid-19 akan hilang.

"Saya tidak percaya pada siapa pun yang dapat memprediksi kapan penyakit itu (Covid-19) akan hilang," ungkapnya seperti dilansir Science Alert, Kamis (14/5/2020).

Sejauh ini ada lebih dari 100 vaksin potensial yang masih dalam pengembangan.

Jika ingin vaksin berhasil menghilangkan virus, butuh upaya besar.

"Kami memiliki harapan besar, jika menemukan vaksin yang sangat efektif, vaksin itu dapat didistribusikan ke semua orang di dunia. Dengan itu, kami mungkin memiliki kesempatan untuk menghilangkan virus ini," ujar Ryan.

"Namun, vaksin itu harus tersedia dan harus sangat efektif. Vaksin itu harus tersedia dan digunakan semua orang".

Baca Juga: Bukan Cuma Puluhan, Ratusan Kapal China Diduga Terlibat dalam Pengerukan Ilegal di Laut China Selatan

Banyak contoh yang menunjukkan vaksin tidak bisa menghilangkan virus penyakit, tapi mengendalikan atau mencegah penularan.

Sebagai contoh, vaksin campak dan rubella (MR) sudah diperkenalkan sejak 1963. Namun hingga saat ini, masih ada orang yang terpapar campak bila tidak divaksin.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pun menekankan pengendalian virus corona dibutuhkan upaya sangat besar.

"Semua orang harus berkontribusi untuk menghentikan pandemi ini," kata Tedros.

Baca Juga: Asap Hitam Terus Mengepul dari Rumah Kremasi, Orang-orang Syok Mengetahui Jumlah Mayat yang Dikremasi dalam Sehari

Menyusul pelonggaran lockdown dan kebijakan lain

Pernyataan keras WHO ini menyusul beberapa negara yang sudah mulai melakukan pelonggaran lockdown, dan para pemimpin yang mempertimbangkan kapan dan bagaimana memperbaiki perekonomian di negara masing-masing.

Tedros memperingatkan, dengan melonggarkan kebijakan seperti lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan memicu gelombang infeksi kedua.

"Banyak negara mulai melakukan pelonggaran. Namun rekomendasi kami (WHO) adalah tetap waspada. Negara mana pun harus memiliki tingkat kewaspadaan setinggi mungkin," kata Tedros.

Baca Juga: Ri Sol-Ju: Berapa Jumlah Anak Ri Sol-Ju dari Pernikahannya dengan Kim Jong-Un?

Artikel ini telah tayang di Tribun-medan.com dengan judul Peneliti Indonesia Rekomendasikan 5 Hal Ini untuk New Normal Indonesia Terkait Pandemi COVID-19

Artikel Terkait