Advertorial
Intisari-Online.com -Perang itu terkadang benar-benar jauh lebih rumit dari yang pernah dibayangkan oleh masyarakat umum.
Lihat saja bagaimana sebuah negara yang merasakan kepiluan mendalam setelah 5000 tentaranya dibantai justru harus menyimpan fakta tersebut.
Bukan karena tak ada bukti atau tak berani, tapi justru karena tekanan yang berasal dari negara-negara sekutunya sendiri.
Namun, ketika pada akhirnya fakta tersebut terungkap, sebuah negara adidaya pun pada akhirnya seolah hanya menunggu waktu untuk runtuh,
Pada 13 April 1990, untuk pertama kalinya pemerintah Uni Soviet mengakui kejahatan perang yang dilakukan semasa Perang Dunia II.
Kejahatan perang yang diakui itu adalah pembantaian terhadap 5.000 perwira AD Polandia yang kemudian dikuburkan massal di hutan Katyn, dekat kota Smolenks, Rusia.
Pengakuan kejahatan masa lalu ini dilakukan di saat Mikhail Gorbachev menjadi pemimpin Uni Soviet yang berjanji akan membawa negara itu menjadi lebih terbuka.
Pada 1939, Polandia diserang Jerman dari arah barat dan Uni Soviet dari arah timur.
Pada musim semi 1940, ribuan perwira militer Polandia dikepung pasukan polisi rahasia Uni Soviet.
Ribuan orang ini kemudian ditahan sebelum dibawa ke hutan Katyn untuk dieksekusi dan dikuburkan secara massal di tempat itu.
Pada 1941, Jerman menginvasi Rusia dan merangsek masuk ke wilayah Polandia yang pernah diduduki pasukan Uni Soviet.
Pada saat perang semakin memburuk, pada 1943 Jerman mengumumkan telah menemukan ribuan tulang belulang di hutan Katyn.
Perwakilan pemerintah Polandia di pengasingan yang berada di London kemudian datang ke lokasi itu untuk melakukan evaluasi.
Pemerintah Polandia kemudian memastikan bahwa tentara Uni Soviet dan bukan Nazi yang bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.
Namun, perwakilan pemerintah Polandia itu dipaksa AS dan Inggris untuk sementara waktu merahasiakan temuan tersebut.
Sebab, kedua negara tersebut tak mau berisiko terlibat dalam keruwetan diplomatik dengan Uni Soviet di masa perang seperti itu.
Di saat Perang Dunia II mendekati akhir, Jerman malah menggunakan pembantaian Katyn sebagai bahan propaganda dan contoh kekejaman Tentara Merah.
Saat itu, pemimpin Uni Soviet Joseph Stalin membantah propaganda Jerman itu dan menuding Nazi-lah yang berada di balik pembantaian itu.
Setelah perang berakhir, masalah pembantaian Katyn seolah terlupakan selama 40 tahun hingga Uni Soviet akhirnya membuka tabir tentang keterlibatannya pada 1990.
Ada dua faktor yang mendorong Uni Soviet saat itu akhirnya mengakui peran dalam pembunuhan ribuan perwira Polandia itu.
Pertama, adalah kebijakan keterbukaan yang tengah didorong oleh pemimpin Uni Soviet saat itu, Mikhail Gorbachev.
Keterbukaan ini termasuk pengakuan Uni Soviet terhadap sejumlah sejarah yang ditutupi terutama di masa pemerintahan Stalin.
Faktor kedua adalah kondisi hubungan Polandia dan Uni Soviet pada 1990, di mana genggaman Uni Soviet terhadap negara-negara satelitnya semakin lemah.
Meski demikian, Gorbachev mencoba untuk mempertahankan pengaruh Uni Soviet sebanyak mungkin di Eropa Timur.
Di Polandia, gerakan solidaritas pimpinan Lech Walesa perlahan, namun pasti menggerogoti kekuasaan Partai Komunis.
Nah, Uni Soviet berharap pengakuan keterlibatan dalam pembantaian Katyn dan permintaan maaf bisa mengendurkan ketegangan diplomatik antara Polandia dan Uni Soviet.
"Pemerintah Soviet menyampaikan rasa duka cita mendalam terkait tragedi itu dan mengakuinya sebagai salah satu bentuk kekejaman terburuk Stalin," demikian pernyataan resmi pemerintah Uni Soviet.
Apakah pengakuan Uni Soviet ini memberikan dampak seperti yang diinginkan, sulit untuk dipastikan.
Sebab, rezim komunis Polandia tumbang pada akhir 1990-an dan Lech Walesa menjadi presiden terpilih Polandia pada Desember.
Sementara itu, pada Desember 1991, Gorbachev mengundurkan diri dari jabatannya yang sekaligus mengakhiri eksistensi Uni Soviet.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Uni Soviet Akui Dalangi Pembantaian Katyn".