Advertorial
Intisari-online.com -Saat ini publik diributkan dengan surat kontroversi salah satu staf khusus (stafsus) Presiden Joko Widodo.
Andi Taufan Garuda Putra, stafsus millenial tersebut diketahui mengirim surat kepada semua camat di Indonesia.
Menariknya, ia mengirim surat-surat tersebut dengan menggunakan kop resmi Sekretariat Kabinet RI.
Dalam surat tersebut, Andi Taufan memperkenalkan dirinya kepada semua camat di Indonesia selaku Staf Khusus Presiden.
Surat itu merupakan permohonan agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi melawan wabah virus corona ( Covid-19) yang dilakukan oleh perusahaan pribadi staf khusus milenial itu, yakni PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Andi Taufan melibatkan perusahaannnya, Amartha, untuk melakukan edukasi seputar Covid-19 di desa-desa.
Petugas lapangan Amartha disebut akan berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat desa soal tahapan penyakit Covid-19 beserta cara-cara penanggulangannya.
Amartha juga akan mendata kebutuhan APD di puskesmas atau layanan kesehatan lainnya di desa agar pelaksanaannya berjalan lancar.
Belakangan, surat tersebut dikecam sebagian besar warganet.
Mereka berpendapat, tindakan itu melibatkan perusahaan pribadi, apalagi sampai mengirimkan surat ke camat untuk membantu aktivitas perusahaannya merupakan hal yang tidak pantas.
Andi Taufan lantas menyampaikan permohonan maaf terkait keberadaan surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet dan ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia.
Dia menjelaskan, aktivitas perusahaan pribadinya dalam memerangi virus corona di tingkat desa itu merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Baca Juga: Tak Boleh Sembarang Minum Air Ketumbar Jika Alami 5 Kondisi Tubuh Ini, Bisa Berbahaya!
Saat mengirim surat tersebut kepada semua camat di Indonesia, Andi Taufan bermaksud untuk bergerak cepat membantu mencegah dan menanggulangi Covid-19 di desa.
Menurut dia, hal itu dapat dilakukan melalui dukungan secara langsung oleh tim lapangan Amartha yang berada di bawah kepemimpinannya.
Dukungan tersebut murni atas dasar kemanusiaan dan menggunakan biaya Amartha serta donasi dari masyarakat yang akan dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
Ia juga menegaskan bahwa dukungan yang diberikan itu dilakukan tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN maupun APBD.
Baca Juga: Awas! Jangan Pindahkan Kartu SIM Selama Validasi Pemblokiran IMEI Berjalan
"Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang timbul.
"Apa pun yang terjadi, saya tetap membantu desa dalam kapasitas dan keterbatasan saya," kata dia.
Respons Istana
Dalam menyikapi kejadian ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral menyebutkan, Istana Kepresidenan telah memberi teguran keras kepada Andi Taufan.
"Yang bersangkutan sudah ditegur keras dan sudah meminta maaf secara terbuka juga melalui surat yang sudah diviralkan, yang kita tahu belakangan ini," kata Donny saat dihubungi, Selasa (14/4/2020).
Karena sudah ada permintaan maaf, Donny menyebut tak perlu ada sanksi lebih jauh yang diberikan kepada Andi Taufan.
Hal yang terpenting, kata dia, kesalahan yang dilakukan Andi itu tak boleh diulangi di kemudian hari.
"Yang bersangkutan juga sudah mengaku salah dan meminta maaf secara terbuka.
"Jadi kita bisa kesampingkan dan kembali berfokus fokus pada penanganan Covid-19," kata Donny.
Sementara terkait desakan agar Andi Taufan mengundurkan diri, Donny menegaskan bahwa hal tersebut dikembalikan kepada salah satu stafsus milenial itu.
"Kalau yang bersangkutan merasa perlu mundur ya mundur, tapi yang bisa memberhentikan ya hanya Presiden yang punya hak prerogratif," kata dia.
Malaadministrasi
Menyikapi hal ini, Anggota Ombudsman Republik Indonesia Alvin Lie menilai Andi Taufan Garuda Putra terindikasi melakukan malaadministrasi setelah mengirim surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet.
"Saya selaku anggota Ombudsman menilai ini merupakan suatu tindakan yang terindikasi malaadministrasi," kata Alvin kepada Kompas.com, Selasa (14/4/2020).
Menurut dia, Andi Taufan telah melampaui kewenangannya sebagai staf khusus milenial presiden.
Alvin menjelaskan, tugas staf khusus presiden adalah memberikan masukan kepada presiden.
Staf khusus, kata Alvin, tidak mempunyai kewenangan eksekutif apalagi membuat surat edaran ke luar.
"Staf khusus boleh mencari informasi untuk disampaikan kepada Presiden, tapi tidak kemudian menyurati memberitahukan kepada camat atau instansi lain tentang adanya perusahan untuk melakukan pendataan dan lain-lain," kata Alvin.
Alvin juga mempertanyakan kewenangan Taufan dapat menulis surat menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet.
Menurut Alvin, Taufan dapat dinyatakan melakukan pelanggaran berat bila surat tersebut keluar tanpa izin Sekretaris Kabinet yang instansinya dicatut dalam surat yang diteken Taufan itu.
Baca Juga: Setelah Jakarta, Kini Ojek Grab dan Gojek Menghilang Dari Aplikasi di Bogor, Depok dan Bekasi
"Ini pelanggaran yang berat karena Sekretariat (Sekretariat Kabinet) adalah lembaga negara dan staf khusus bukan pejabat yang berwenang untuk menggunakan kop surat Setkab," kata Alvin.
Ia menambahkan, munculnya surat tersebut juga dapat menunjukkan adanya konflik kepentingan karena perusahaan Amartha yang disebut akan memberi edukasi dalam surat itu merupakan perusahaan pribadi Taufan.
"Perusahaan yang dimaksud oleh staf khusus tersebut dalam surat kepada camat adalah perusahaan di mana staf khusus itu juga mempunyai peran di sana, jadi ada potensi konflik kepentingan," kata Alvin.
Berpotensi korupsi
Peringatan keras juga disampaikan oleh Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
Menurut Feri Amsari, surat Andi Taufan berpotensi digolongkan sebagai tindak pidana korupsi.
Andi Taufan dapat dianggap melanggar undang-undang terkait korupsi jika mencari keuntungan.
"Kalau motifnya mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan dapat digolongkan kepada korupsi," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (14/4/2020).
Baca Juga: Bahaya! 500.000 Lebih Akun Zoom Dicuri dan Terjual di Web Gelap
Feri mengatakan, surat tersebut sarat akan konflik kepentingan karena perusahaan yang ditunjuk adalah milik Andi Taufan pribadi.
Padahal, sebagaimana bunyi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang bermuatan konflik kepentingan.
Jika potensi korupsi itu benar terjadi, lanjut Feri, hukuman yang diterima Andi bisa lebih berat karena dipraktikkan di tengah situasi bencana.
"Ancamannya bisa 20 tahun atau hukuman mati karena dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas," ujar dia.
(Rakhmat Nur Hakim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Surat Stafsus Milenial Jokowi yang Dinilai Berpotensi Korupsi..."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini