Advertorial

Kim Jon Un Bungkam Soal Serangan AS ke Suriah, Sudah 'Berdamai'?

Agustinus Winardi
Agustinus Winardi
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Bungkamnya Kim Jong Un yang sepanjang tahun 2017 gigih mengobarkan perang urat saraf terhadap Presiden AS Donald Trump terasa janggal.
Bungkamnya Kim Jong Un yang sepanjang tahun 2017 gigih mengobarkan perang urat saraf terhadap Presiden AS Donald Trump terasa janggal.

Intisari-Online.com -Serangan rudal oleh militer AS, Inggris, dan Perancis ke Suriah pada hari Sabtu dini hari (14/4/2108) telah menimbulkan suasana politik baik yang pro maupun kontra di dunia internasional.

Tapi jika diamati pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un yang selama tahun 2017 selalu mengecam habis-habisan setiap tindakan militer AS ke negara lain, terkait serangan rudal Sekutu ke Suriah ternyata bungkam.

Bungkamnya Kim Jong Un yang sepanjang tahun 2017 gigih mengobarkan perang urat saraf terhadap Presiden AS Donald Trump itu jelas merupakan pertanda baik sekaligus surprise bagi dunia internasional.

Memasuki tahun 2018, sikap Korut yang semula garang dan ingin mengobarkan perang nuklir memang berubah total.

Baca juga:Sebelum Olimpiade Musim Dingin di Korsel Diteror Virus, Mantan Agen Korut Sudah Pernah Beri Peringatan Keras

Tanpa diduga Kim Jong Un melakukan perubahan kebijakan politik yang luar biasa karena menunjukan keinginannya untuk membina hubungan damai dengan Korsel.

Korut bahkan dengan senang mengirimkan para atletnya pada acara Olimpiade Musim Dingin 2018 yang digelar di Korsel pada bulan Februari-Maret sekaligus mengirim sejumlah petinggi Korut untuk memulai membicarakan perdamaian antara Korut-Korsel.

Setelah acara Olimpiade Musim Dingin itu, para pejabat tinggi Korsel juga berkunjung ke Korut dan berhasil mencairkan kebekuan yang telah berlangsung selama lebih 50 tahun pasca berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953.

Kim Jog Un sendiri turut mencairkan suasana damai dengan cara berkunjung ke China dan selanjutnya bersedia menemui para pejabat tinggi Jepang demi terciptanya suasana damai di Semenanjung Korea serta kawasan Asia Pasifik.

Baca juga:Nasib Mengerikan Wanita Korut di Kamp Konsentrasi, Diperkosa Lalu Dibunuh Setelah Melahirkan

Tapi langkah Kim Jong Un yang spektakuler adalah kemauan dirinya untuk bertemu dengan para pejabat tinggi AS dan Presiden Donald Trump dalam waktu yang tidak lama lagi.

Kepastian Kim Jong Un yang sudah mengagendakan rencana pertemuan dengan Presiden Trump itu disampaikan langsung oleh Direktur CIA, Mike Pompeo, yang secara rahasia ternyata sudah bertemu dengan Kim Jong Un di Korut pada awal April 2018.

Dengan adanya kepastian pertemuan spektakuler antara Kim Jong Un dan Donald Trump yang sepanjang tahun 2017 saling mengancam dan mengolok-olok itu, menjadi masuk akal kenapa Kim Jong Un tidak berkomentar apapun terkait serangan rudal Sekutu ke Suriah.

Di sisi lain, Presiden Trump sendiri menjadi makin percaya diri ketika memutuskan menyerang Suriah tanpa diganggu oleh ‘kecaman dan olok-olok’ Kim Jong Un.

Baca juga:Perang Nuklir: Kita Ketar-ketir Memikirkan Dampaknya, Korut-AS Saling Tuduh Siapa yang Menginginkannya

Pasalnya olok-olok Kim Jong Un yang suka mengatai Trump sebagai orang tua pikun (dotard). kerap membuat Presiden Trump sendiri kelabakan.

Presiden Trump pun hanya bisa membalas olok-olok Kim Jong Un dengan kata ‘manusia rocket’ (Rocket Man)

Sikap diam Kim Jong Un terkait serangan Rudal Suriah di sisi lain juga merupakan pertanda baik akan rujuknya Korut-AS yang selama ini merupakan musuh bebuyutan.

Jika rujuknya Korut-Korsel-AS berlangsung lebih lebih cepat maka serangan rudal AS dan sekutunya ke Suriah bisa cepat juga ‘’terlupakan’’.

Kecuali dari investigasi yang sedang dilakukan oleh Organisation for The Prohibition of Chemical Weapons (OPCW) berhasil menemukan bukti bahwa pelakunya ternyata bukan Rusia atau militer Suriah di bawah komando Presiden Bashar al Assad.

Jika sampai Rusia dan Suriah bukan pelakunya maka AS, Inggris, dan Perancis akan menghadapi masalah besar karena harus berhadapan dengan Hukum Internasional.

Pasalnya serangan rudal oleh AS dan sekutunya bisa berubah menjadi tindakan kriminal dan pelanggaran HAM.

Artikel Terkait