Advertorial

Serangan AS ke Suriah Bisa Picu PD III? Mari Menengok Kembali Pemicu PD I dan PD II

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Belakangan ini banyak konflik yang disebut-sebut akan menjadi pemicu perang dunia ketiga (PD III).

Beberapa bulan lalu faktor yang diduga akan menjadi pemicunya diprediksi terjadi jika Korea Utara merealisasikan ancamannya menyerang Korea Utara atau Amerika Serikat.

Kini, faktor yang diduga kuat akan menjadi pemicunya adalah serangan udara Amerika Serikat (bersama Inggris dan Prancis) ke Suriah, yang diklaim merupakan respons atas penggunaan senjata kimia oleh tentara Suriah yang berada di bawah pimpinan Bashar al-Assad.

Mengapa serangan tersebut dianggap dapat memicu PD III?

Baca juga:Cek Garis Tangan Anda! Jika Ada Tanda Huruf 'V', Berarti Anda Sangat Beruntung!

Sebab Rusia, yang selama ini terlibat perang dingin dengan AS dan sekutunya berada di balik kekuatan Bashar al-Assad.

Maka, jika AS dan sekutunya secara langsung menyerang Suriah, maka besar kemungkinannya mereka juga akan secara langsung menyerang militer Rusia.

Namun, benarkah jika sampai hal itu terjadi maka perang dunia ketiga, yang ditakutkan hampir seluruh umat manusia di muka bumi, akan terjadi?

Tentu saja, tidak ada jawaban yang pasti, kecuali hal itu benar-benar terjadi.

Baca juga:(Foto) Ngeri! Ini 10 Hal Kejam dalam Sejarah yang Tidak Terekspos

Akan tetapi, kita tentu bisa melihat sejarah perang dunia kesatu dan kedua.

Bagaimana kedua perang terbesar dalam sejarah tersebut bisa terjadi?

Apa faktor-faktor yang diklaim sebagai pemicunya?

Simak kilas baliknya berikut ini.

Baca juga:Terungkap! Inilah Alasan Boy Jones Nekat Menyusup Istana demi 'Mengambil' Pakaian Dalam Ratu Victoria

Perang Dunia I

Perang dunia satu sebenarnya sudah mulai ‘tercium’ ketika negara-negara Eropa mulai saling membuat aliansi yang bersifat militer.

Menjelang PD I, aliansi-aliansi tersebut sering berubah-ubah.

Namun, tepat sebelum PD I, ada dua aliansi besar yang bertentangan, yaitu Etente Tiga (Britania Raya, Prancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (Kekaisaran Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia).

Baca juga:Tak Hanya Perang Dunia III, Jika AS Menyerang Serang Suriah Juga Bisa Memicu Perang Nuklir

Aliansi-aliansi ini, meski tanpa perjanjian tertulis, membuat serangan terhadap suatu negara akan memicu negara lain untuk membantu.

Gelagat-gelagat lain yang dianggap memupuk benih-benih PD I adalah penjajahan yang dilakukan negara-negara Eropa terhadap negara-negara Asia dan Afrika.

Negara-negara Eropa terus berupaya memperluas wilayah jajahannya demi mengeruk sumber daya (alam dan manusia) dari negara-negara Asia dan Afrika.

Kedua hal di atas pada akhirnya juga memicu persaingan kekuatan militer dari negara-negara Eropa.

Perlombaan untuk memiliki armada yang terkuat ini juga memicu saling curiga di antara negara Eropa.

Nasionalisme dari negara-negara Eropa yang sama-sama ingin menunjukan bahwa negara mereka masing-masing merupakan yang terkuat turut memiliki andil.

Benih-benih di atas, yang sudah terkumpul selama beberapa tahun, pada akhirnya ‘meledak’ ketika putra mahkota Austria-Hungaria, Franz Ferdinand terbunuh pada 28 Juni 1914.

Pelakunya adalah kelompok nasionalis Serbia, yang ingin mengambil alih Bosnia-Herzegovina.

Austria-Hungaria pun langsung menyatakan perang terhadap Serbia.

Russia kemudian mengirim pasukan untuk membantu Serbia.

Tak ayal, Jerman pun langsung menyatakan perang terhadap Russia karena mereka berada satu aliansi dengan Austria-Hongaria.

Negara-negara lain berada dalam aliansi yang sama dengan negara-negara yang mulai berperang pun akhirnya ‘turun gelanggang’.

Perang dunia kesatu pun pecah.

Perang Dunia II

Banyak ahli sejarah yang menilai perang dunia kedua hanya merupakan lanjutan dari perang dunia kesatu.

Salah satunya adalah ketidakpuasan Jerman, sebagai negara yang kalah dalam PD I, atas perjanjian Versailles, yang antara lain membatasi kekuatan militer Jerman, memaksa Jerman membayar ganti rugi perang, serta diambilalihnya sebagian wilayah Jerman oleh Sekutu.

Selain itu, penyebab lainnya adalah gagalnya Liga Bangsa-bangsa dalam menciptakan perdamaian dunia.

Sama seperti PBB saat ini, LBB juga sering kali tidak dapat berbuat banyak ketika negara adidaya berbuat semaunya.

Sama seperti PD I, perlombaan memperkuat militer kembali menjadi benih-benih PD II.

Lagi-lagi kondisi ini memicu rasa saling curiga antar negara, khususnya Eropa.

Aliansi-aliansi, seperti yang terjadi sebelum PD I, juga kembali bermunculan.

Jerman tergabung dengan Italia dan Jepang dalam Blok Fasis.

Sebagian lagi tergabung dalam Blok Sekutu yang secara ideologi terbagi dua, yaitu Blok demokrasi (Perancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Belanda) dan Blok komunis (Rusia, Polandia, Hongaria, Bulgaria, Yugoslavia, Rumania, dan Cekoslovakia).

Imperialisme yang sudah dijalani Inggris, Prancis, dan AS, selaku pemenang PD I, mulai mendapat ancaman dengan klaim-klaim ekspansi yang digembar-gemborkan oleh Jerman melalui Jerman Raya, Italia melalui Italia Irredenta, serta Jepang melalui Asia Timur Raya.

‘Genderang-gendarang’ perang yang sudah mulai muncul di atas pada akhirnya ditabuh dan menjadi awal PD II.

Di Eropa Barat pemicunya adalah serangan Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler terhadap Polandia.

Sementara di Eropa Timur, lagi-lagi pemicunya adalah Jerman, yang pada bulan Juni 1941 menyerang Uni Soviet (Rusia).

Jika pada PD I, hampir dikatakan hanya terjadi di wilayah Eropa, pada PD II, perang juga turut terjadi di wilayah Asia Pasifik.

Pemicunya adalah Jepang menyerang Pearl Harbour dan negara-negara Asia yang berada di bawah kekuasaan Amerika Serikat dan Britania Raya.

AS pun kemudian ikut terbawa perang Eropa karena Jerman merasa harus membantu Jepang yang masih berada dalam satu aliansi dengannya.

Meski sangat kompleks, PD II pun pada akhirnya resmi meletus.

Baca juga:

Artikel Terkait