Para penjual ayam potong dan sayur mayur mewah, lain lagi ceritanya. Karena ingin menyampaikan ayam sembelihannya (atau sayurannya) dalam keadaan segar (dan tidak sampai beku!), mereka lebih cenderung pakai karbondioksida cair saja, yang lebih murah ongkos produksinya daripada es kering.
Cairan ini dibuat dari gas karbondioksida yang tidak dimampatkan sampai jadi padatan beku, melainkan sampai jadi cairan saja, sehingga tenaga (dan ongkos) yang diperlukan juga lebih sedikit.
Tapi kemudian, setelah ternyata ada bahan lain yang bisa lebih cepat mendinginkan (yaitu Nitrogen cair), orangpun dengan cepat beralih ke bahan baru ini.
Sayang, bahwa untuk menggunakan cairan ini perlu alat penyemprot jet bertekanan tinggi, yang tidak sederhana konstruksinya.
Cairan yang disemprotkan ke karton-karton berisi ayam potong (atau bahan makanan lain), akan membentuk embun halus seperti salju, yang mesti dikipasi lebih Ian jut dengan kipas yang kuat, supaya menguap dan mendinginkan karton berikut isinya secepat kilat, dalam tempo beberapa detik saja.
Dan dalam bentuk bungkusan bersalju (sedikit-sedikit), yang sebagian sudah menguap dingin ini, ayam-ayam pot itu bisa didistribusikan ke tempat-tempat konsumen dalam keadaan tetap segar, selama beberapa jam.
BACA JUGA:Allan Ganz Si Pemegang Rekor Karier Terpanjang di Dunia, Dia Sudah Berjualan Es Krim Selama 70 Tahun
Ultra rapid freezing unit ini terang hanya praktis bagi pabrik-pabrik pengolahan saja, dan jelas masih mustahil dibawa-bawa buat mengangkut bahan makanan eceran, dari pintu air ke pintu besi.
Barangkali kalau nanti (sebentar tahun lagi) ada yang berhasil menciptakan peti pengangkut kecil yang dilengkapi penyemprot mini, yang secara automatis bisa menyemprotkan persediaan Karbondioksida (atau Nitrogen) cair secara berkala, tiap 2 jam sekali, misalnya, mungkin para dealer (juragan duduk) ayam pot dikota-kota besar bisa diperkaya lagi dengan satu cara penjajaan ayam segar yang mutakhir dan efisien.
Tapi bagi para penjaja bahan makanan eceran di jalanan, yang paling masuk akal bisa mereka lakukan adalah cara pengangkutan dengan es basah dan es kering.
Dan inilah yang naga-naganya membuat pabrik-pabrik minyak dan gas bumi kita yang kelebihan gas buangan (hasil ikutan) karbondioksida, menghadapi pilihan yang berat. Bikin es kering, atau tidak?
Untuk memutuskan: "Bikin!", mesti ada bukti hasil survey dan ramalan pemasaran dulu (semacam ramalan cuaca, tapi bukan!), bahwa masyarakat pengecerkita betul-betul cukup banyak yang bakal pakai es kering.
Ataukah pemakaian es kering ini cuma terbatas pada sejumlah kecil kaum pengecer es krim saja? (Slamet Soeseno – Intisari April 1976)
BACA JUGA: Hanya Makan Es Krim, Pria Ini Bisa Turunkan Berat Badan 14 kg dalam 100 Hari, Sehatkah?
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR