Advertorial
Intisari-online.com - Beberapa Minggu ini virus corona telah menyebabkan ketakutan dunia.
Sebanyak lebih dari 600 orang dinyakatan meninggal dalam beberapa minggu, sementara kasus ini masih belum menemui titik terang.
Korban terus berjatuhan hingga detik ini, jumlah kasu virus corona juga semakin meluas.
Selain itu, wabah penyakit yang kita anggap sebagai musuh utama manusia saat ini tak lebih dari 1 dari sekian banyak hal yang bisa membunuh manusia.
Misalnya di Autralia kebakaran hutan munkin adalah musuh utama mereka saat ini.
Sedangkan di Indonesia, masalah gempa, tsunami dan gunung meletus adalah masalah yang tidak bisa diatasi karena Indonesia berada dalam cincin api.
Terlepas dari semua itu, bencana yang tidak bisa kita cegah, masih bisa sedikit kita hindari dengan menyiapkan beberapa tindakan sebelumnya.
Sebagai contoh, gempa bumi dan letusan gunung berapi dalam kehidupan adalah penyebabnya.
Sekarang kita telah mengembangkan teknologi, kita dapat mengukur waktu gempa bumi dan letusan gunung berapi.
Melalui perhitungan yang tepat seperti instrumen dan sebagainya, sehingga kita dapat lebih jauh menghindari banyak penderitaan.
Namun, karena kesalahan perhitungan prediksi orang tentang bencana alam ini, perkembangan bencana telah disebabkan.
Misalnya, di desa kecil di kota Amelo ini, Kolombia mengalami bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Mungkin ini adalah kota paling menyedihkan dunia karena 20.000 penduduknya tewas hanya dalam waktu satu malam.
Sebenarnya pemerintah kota itu tahu akan terjadi bencana hebat itu, tapi mereka tidak melakukan apapun.
Padahal sebelum musibah tersebut melanda, kota kecil ini adalah wilayah yang sangat makmur.
Kota ini berjarak sekitar 48 kilometer dari gunung berapi.
Meski kecil, ada hampir sekitar 29.000 penduduk ytang tinggal sebelum bencana terjadi.
Untuk negara sekelas Kolombia, kota kecil ini memiliki populasi yang besar, terlebih karena ekonomi utama di sana adalah pertanian.
Apa yang mereka hasilkan sangat tinggai, seperti produk utama kapan dan sorgum yang berasal dari kota tersebut.
Lokasinya yang berada di bawah gunung berapi menjadikannya sangat subur namun juga berbahaya.
Pada tahun 1985 gunung api yang awalnya hanya tidur sepanjang waktu itu mendadak meletus, gletser beku di gunung itu meleleh.
Pada akhirnya lumpur vulkanik terbentuk dan melesat langsung ke kota dengan cepat.
Empat lumpur vulkanik yang kuat menyapu kota Amero, dalam waktu kurang dari satu malam setidaknya menyebabkan 20.000 nyawa melayang.
Bencana yang sepenuhnya bisa dihindari ini gagal diatasi pemerintah padahal 2 bulan sebelumnya sudah ada perubahan tidak nrmal.
Insiden tersebut pernah membuat seluruh dunia panik.
Banyak organisasi vulakin yang memperingatkan penduduk untuk menarik diri, tetapi pemerintah negara bagian gagal melakukannya dan menyebabkan bencana mengerikan terjadi.