Advertorial
Intisari-Online.com - Hingga saat ini, Senin (3/2/2020), jumlah korban virus corona telah mencapai 361 orang meninggal dunia dan 17.238 dilaporkan terinfeksi.
Virus corona yang diidentifikasi berasal dari Wuhann China diduga berasal dari kelelawar dan hewan liar lainnya.
Pusatnya penjualan hewan liar tersebut yakni bemula dari Pasar Wuhan yang terkenal menjual berbagai jenis hewan liar, salah satunya kelelawar.
Ahli Patologi, Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor, Agus Setiyono menilai virus corona berpeluang menyebar di wilayah Indonesia melalui kelelawar pemakan buah.
Kesimpulan tersebut berdasarkan hasil penelitian Agus bersama Research Center for Zoonosis Control (RCZC), Hokkaido University, Jepang tentang kelelawar buah.
Dalam penelitian tersebut ditemukan enam jenis virus baru pada kelelawar buah.
Dengan daerah sampel, yakni Bukittinggi, Bohor, Panjalu (Ciamis), Gorontalo, Manado, dam Soppeng (Sulawesi Selatan).
Enam virus tersebut adalah coronavirus, bufavirus, polyomavirus, alphaperpesivirus, paramyxovirus dan gammaherpesvirus.
Dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Minggu (2/2/2020), Agus menjelaskan mengenai penelitian yang telah ia lakukan.
"Nah itu ada enam jenis virus baru yang kita dapatkan baik itu virus RNA maupun virus DNA," ujar Agus.
Agus menegaskan, bahwa virus corona yang ia temukan pada kelelawar berada di wilayah Paguyaman, Gorontalo.
Oleh karenanya, Agus mengimbau masyarakat untuk menghindari interaksi dengan kelelawar buah.
Dalam interaksi ini, ada dua pengertian, yakni kontak langsung dan tidak langsung.
"Kontak langsung seperti yang kita lihat di beberapa tempat di masyarakat, misalnya dia menyukai atau menyayangi hewan kelelawar menjadi hewan kesayangan, ini akan kemudian dipegang."
"Kemudian juga ada masyarakat yang katakan mengonsumsi sebagai makanan lokal."
"Nah itu langsung kontak, ini yang akan berisiko karena di dalam kelelawar kita tidak tahu," ujar Agus.
Namun, menurut Agus, lain soal jika kelelawar sudah dimasak dan dalam keadaan yang sudah matang untuk dikonsumsi.
"Kalau dalam sajian yang sudah masak seseorang tidak ikut berproses, barangkali virusnya sudah mati di situ," terang Agus.
Menurut Agus, saat kelelawar dimasak maka virus yang ada di dalamnya akan mati.
"Jadi artinya di laboratorium dengan temperatur 60 derajat selama 30 menit ini suhu sterilisasi dia akan mati, apalagi kalau dimasak," terang Agus.
Agus mengkhawatirkan, kontak langsung dengan kelelawar yang masih hidup dan proses yang dilakukan saat memasak kelelawar.
"Kalau yang sudah masak sudah mateng kemudian disajikan."
"Bagi yang mengonsumsi mungkin insyaallah aman, dia tidak ada urusan dengan kontak saat kelelawar hidup," ucapnya.
Agus tidak bisa memastikan apakah coronavirus yang ia temukan sama dengan 2019 nCoV yang saat ini mewabah di China.
"Kami tidak bisa memastikan, kalau itu kan 2019 novel coronavirus kepanjangannya."
"Saya rasa coronovirus yang kita dapatkan atau yang kita temukan di lokasi penelitian kita itu apakah sama persis atau tidak, kita tidak tahu," ungkapnya.
Agus menjelaskan, ia tidak menguji coronavirus tersebut sampai ke tahap patogenitas, sehingga tidak diketahui apakah coronavirus yang ia temukan merupakan jenis virus mematikan atau tidak.
Nanda Lusiana Saputri
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ditemukan 6 Virus Baru pada Kelelawar Buah, Berpotensi Menyebar di Indonesia?