Saat kecil Bung Karno tinggal bersama kakeknya di daerah Tulungagung, Jawa Timur.
(Baca juga: Beginilah Penampakan Pulau Terpadat di Dunia, Ukurannya Hanya Dua Kali Lapangan Sepak Bola)
Pada usia 14 tahun seorang kawan bapaknya yang bernama Haji Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Bung Karno tinggal di Surabaya dan disekolahkan di Hoogere Burger School (HBS) hingga lulus.
Tinggal di rumah Haji Oemar yang juga seorang politisi kawakan dan tempat tinggalnya kerap dipakai ajang pertemuan para aktivis Serekat Islam secara tak sengaja an otodidak Bung Karno banyak mendapat pelajaran politik serta organisasi.
Bung Karno lalu bergabung dengan organisasi yang dianggap paling cocok bagi dirinya, Jong Java.
Mulai saat itu, jiwa nasionalisme dan kebangsaan mulai terpupuk lewat organisasi yang diikuti serta lewat pertemuan dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam.
Lulus dari HBS, Bung Karno yang telah memiliki sejumlah visi dan idealisme melanjutkan studinya ke Technische Hoge School (ITB) Bandung dan lulus tepat waktu pada 1925.
Selama kuliah Bung Karno yang dikenal sebagai mahasiswa cerdas, aktif bertukar wawasan dengan dua tokoh pemikir dan politikus Tjipto Mangunkusumo serta Dr Douwes Dekker.
Dua tokoh yang kemudian turut mendampingi perjuangan Bung Karno ini, saat itu merupakan tokoh pergerakan National Indische Partij.
Selain menjalani kuliah arsitektur secara serius Bung Karno yang menyukai semua ilmu juga membaca banyak buku karya penulis ternama dari luar negeri mulai dari politik, seni, sastra hingga buku-buku ilmu keagamaan.
Seperti kedua rekannya, Bung Karno juga tertarik mendirikan organisasi.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR