Advertorial
Intisari-Online.com -Di Korea Selatan, saat ini, sedang ramai memperbincangkan seorang transgender bernama Byun Hui Soo.
Dia menjadi sorotan media-media Korea Selatan, juga internasional, setelah dikeluarkan dari wajib militer di negara tersebut.
Keputusan yanguntuk pertama kalinya diambil tersebut langsung menjadi kontroversi di berbagai lapisan masyarakat.
Banyak yang menganggap pemerintah dan militer Korea Selatan telah bertindak diskriminatif terhadap transgender.
Apalagi, sang transgender yang sudah berpangkar sersan tersebut merasa kecewa dengan keputusan pihak militer.
Meski berstatus transgender,Byun Hui Soo mengaku selama ini sangat ingin menjalani wajib militer.
Sebuah kondisi yang mungkin tidak akan pernah terjadi, bahkan dijauhi, jika dirinya merupakan warga di suatu negara lain di kawasan Asia.
Sebab, di negara tersebut, wajib militer dianggap sebagai mimpi buruk atau bahkan neraka bagi para transgender.
Negara yang dimaksud adalah Thailand, yang justru jadi tempatByun Hui Soo melakukan operasi plastik untuk berganti kelamin.
Ya, di negara yang bisa dibilang sebagai pusat operasi transgender terbesar di dunia tersebut, para transgender atau yang lebih dikenal sebagailadyboy justru diperlakukan diskriminatif.
Setidaknya jika merujuk di dunia militer, khususnya saat para transgender tersebut menjalani wajib militer.
Di sana, Anda akan melihat sekelompok ladyboy tampak duduk dibalut pakaian wanita dibelakang barisan pria.
Mereka menunggu petugas militer memanggil nama mereka, memutuskan mereka harus menjalani wajib militer atau tidak.
"Aku dilahirkan laki-laki, jadi aku harus ada di sini, seperti tugas panggilan," kata Kanphitcha Sungsuk salah seorang ladyboy dilansir dari nbcnews.com.
Meski toleransi terhadap gay dan trasngender tinggi, para ladyboy banyak yang mengeluh lantaran mereka merasa hanya diperlakukan sebagai warga negara kelas dua.
Belum lagi, ketika masuk di usia 21 tahun, mimpi buruk harus mengikuti wajib militer mereka hadapi.
"Sebagian besar mereka khawatir akan menanggalkan pakaiannya, atau dipermalukan di depan umum," kata Jetsada Taesombat, direktur eksekutif Aliansi Transgender Thailand untuk Hak Asasi Manusia.
"Beberapa orang sangat stres bahkan ingin bunuh diri untuk menghindari wajib militer," tambahnya.
Setiap bulan April, pria-pria Thailand yang berusia 21 tahun harus secara sukarela melayani negara selama enam bulan.
Sebuah kasus kematian saat wajib militer setelah pemukulan oleh tentara minggu ini menyoroti kebrutalan kehidupan tentara yang banyak ingin dihindari orang.
Pengecualian dibuat untuk mereka yang secara fisik atau mental tidak mampu.
Wajib militer juga diperuntukkan untuk wanita transgender.
Dokter akan memeriksa mereka apakah telah megalami perubahan fisik seperti telah operasi payudara atau operasi kelamin.
Mereka yang memiliki perubahan fisik, yang menunjukkan "gangguan identitas gender", dibebaskan dari kewajiban dan tidak perlu kembali.
Namun, mereka yang belum mengalami perubahan tersebut harus kembali hingga dua tahun lagi, kecuali rumah sakit militer menyatakan mereka tidak mampu.
Sebenarnya mereka juga diperlakukan berbeda.
"Tentara diperintahkan untuk memperlakukan dan menghormati wanita transgender sebagai wanita," kata Letnan Kolonel Ongard Jamdee. (*)
Artikel ini telah tayang di Grid.id dengan judul “Mimpi Buruk Layboy Thailand Saat Ikuti Wajib Militer Bersama Para Pria”.