Advertorial
Intisari-Online.com - Pasar makanan China, tepatnya di daerah di mana wabah virus corona berasal, ditemukan menjual makanan-makanan ekstrem.
Pasar Seafood itu menjual aneka makanan ekstrem seperti koala hidup, ular, tikus dan anak serigala untuk dimakan.
Pasar Seafood Huanan terletak di pusat kota Wuhan.
Sekarang, pasar itu berada di bawah pengawasan setelah para pejabat China mengatakan virus corona berasal dari satwa liar yang diual secara ilegal di food emporium, seperti melansir Daily Mirror, Kamis (23/1/2020).
Sekarang, tempat itu diberi label sebagai 'ground zero'.
Foto yang diambil sebelum penutupannya pada bulan Desember menunjukkan daftar harga 112 hewan ekstrem, mulai dari ular hingga kucing luwak.
Semua hewan itu tersedia untuk dijual, menurut South China Morning Post.
Dalam daftar itu juga terdapat rubah hidup, buaya, anak anjing serigala, salamander raksasa, ular, tikus, burung merak, landak, koala, dan daging buruan.
"Baru disembelih, dibekukan, dan dikirim ke pintu (rumah) Anda," kata daftar harga untuk vendor yang disebut Wild Game Animal Husbandry for Massesm.
Daftar itu juga mencantumkan harga 70 RMB (Rp138 ribu) untuk daging koala.
Ketika ditanya tentang klaim pasar makanan yang menjual koala, seorang pemimpin komunitas China di Inggris mengatakan kepada Daily Mirror, "Saya ragu bahwa tidak mungkin Anda akan bisa menyelundupkan mereka ke China."
Ada juga laporan tentang kurungan yang dikemas dengan landak yang dijual, di samping trenggiling yang terancam punah.
Penjual mengatakan perdagangan satwa liar terjadi sampai pasar ditutup untuk disinfektasi setelah wabah virus corona dimulai.
Transaksi tersebut telah menempatkan perdagangan hewan liar di negara itu yang tidak diatur dengan baik.
Hal itu didorong oleh permintaan akan makanan lezat dan bahan-bahan obat tradisional.
Konservasionis telah lama mengecam perdagangan satwa liar karena dampaknya terhadap keaneragaman hayati dan potensi penyebaran penyakit.
Satwa liar, baik hewan eksotis dan hewan ternak dikemas bersama-sama.
Hal itu digambarkan sebagai tempat berkembang biaknya penyakit dan inkubator bagi banyak virus untuk berevolusi dan menular ke manusia.
"Asal mula virus corona baru adalah satwa liar yang dijual secara ilegal di pasar makanan laut Wuhan," kata Gao Fu, direktur Pusar Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok.
Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa virus Wuhan ditularkan dari ular ke manusia.
Tetapi penasehat media pemerintah, Zhong Nanshan, juga mengidentifiksasi luwak dan tikus sebagai sumber yang memungkinkan penularan virus.
Sehingga dapat dipahami bahwa beberapa penderita awal virus corona adalah pekerja pasar basah (pasar daging dan hasil tani).
Hu Xingdou, seorang ekonom politik independen, mengatakan bahwa kecintaan orang-orang China untuk memakan satwa liar memilikilatar belakang budaya, ekonomi, dan politik yang dalam.
Dia mengatakan, "Sementara Barat menghargai kebebasan dan hak asasi manusia lainnya, orang-orang Tiongkok memandang makanan sebagai kebutuhan utama mereka karena kelaparan adalah ancaman besar dan bagian yang tak terlupakan dari memori nasioanl."
Revolusi Kebudayaan yang berlangsung dari tahun 1966 hingga 1976 adalah periode kekacauan politik dan sosial yang disebabkan oleh ketua Mao.
Selama periode itu, dua juta orang meninggal dan jutaan lainnya berjuang melawan kelaparan.
Itu terjadi setelah meluasnya kelaparan antara tahun 1959 dan 1961 yang diperkirakan menewaskan puluhan juta orang.
Sebuah kota besar di China dapat memiliki beberapa ratus pasar basah, outlet utaman untuk unggas dan daging.
Pada tahun 2002 hingga 2003, kelelawar diperkirakan telah melahirkan SARS virus corona, yang membunuh ratusan orang di Asia.
Setelah SARS, China juga memperbaiki cara perdagangan hewan yang diatur dan untuk mengekang perburuan spesies eksotis dengan peraturan yang baru tetapi upaya tersebut dikalahkan oleh tradisi.
David Quammen, penulis penyakit menular, mengatakan, "Ini adalah mode modern, gagasan rasa liar lebih menggetarkan daripada daging jinak, tetapi tidak disarankan dalam hal kesehatan masyarakat."