Advertorial
Intisari-Online.com - Siapa yang tak pernah mendengar nama Soe Hok Gie?
Sosoknya terutama dikagumi oleh para pecinta gunung dan mahasiswa yang mewarisi semangat-semangatnya.
Saat SMA Gie tertarik dengan ilmu sejarah yang menjadi cikal-bakal kesadaran berpolitiknya, serta kritis dan tajam dalam menulis tulisan-tulisan catatan perjalanan.
Usai tamat SMA, Gie melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia (UI), Fakultas Sastra, dan mengambil jurusan Sejarah.
Mulai dari sinilah, Gie aktif menjadi aktivis kemahasiswaan.
Soe Hok Gie, seorang aktivis Indonesia keturunan Tionghoa turut andil dalam penurunan kekuasaan Orde Lama.
Saat remaja Gie sudah diuji pemahamannya tentang sejarah, politik, ekonomi Indonesia kala itu.
Di saat Indonesia berada dalam masa paling mencekam sepanjang sejarah negara ini didirikan, Gie memenuhi panggilannya sebagai seorang intelektual muda dengan menulis kritik keras terhadap pemerintahan dan membangun bibit-bibit kesadaran demokrasi.
Gie dikenal sebagai seorang aktivis yang paling vokal mengkritik kinerja pemerintahan Orde Lama, era pemerintahan Presiden Soekarno.
Bahkan, Gie menjadi salah satu arsitek aksi long-march dan demonstrasi besar mahasiswa tahun 1966 yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional.
Kritis dan tajam, membuatnya pernah mendapatkan surat kaleng lantaran tulisannya di mingguan Mahasiswa Indonesia.
Gie dikirimi surat kaleng oleh seseorang yang mengaku pecinta Soekarno yang berisi umpatan berbau rasial.
Bersama Angkatan 66, dia "menggempur" kekuasaan Orde Lama.
Setelah menumbangkan Orde Lama, Gie sempat menolak saat ditawari duduk dalam kursi DPR, namun dia kecewa terhadap kawan-kawan sesama aktivis.
Bagaimana tidak, 13 aktivis mahasiswa seperjuangannya, termasuk Nono Anwar Makarim memilih menjadi anggota DPR setelah Orde Baru berkuasa.
Mengirim Bedak, Gincu, dan Cermin
Kekecewaan Gie terhadap kawan-kawannya itu diekspresikannya dengan mengirim bedak, gincu, serta cermin.
Gie berharap agar mereka bisa berdandan 'cantik' di hadapan penguasa.
Gie menganggap teman-temanyna sudah melupakan rakyat dan mementingkan kedudukan serta keuntungan pribadi.
Dalam surat pengantar kiriman, 12 Desember 1969, Gie menulis, "Bekerjalah dengan baik, hidup Orde Baru! Nikmati kursi Anda, tidurlah nyenyak."
Nono Anwar Makarim sendiri merupakan ayah dari Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Kabinet Indonesia Maju).
Pria kelahiran Pekalongan berdarah Arab itu kemudian duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong.
Dia dikenal sebagai sosok praktisi hukum ternama sekaligus penulis dan kolumnis di banyak media massa.
Bersama Gie dan aktivis angkatan '66 lainnya, dulu Nono ikut berunjuk rasa menggulingkan Orde Lama.
Dia dikenal sebagai aktivis di Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA).
Selain itu, Nono Anwar Makarim juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi harian KAMI (1966-1973), hingga menjadi anggota DPR dari kalangan mahasiswa dari 1967-1971.