Intisari-Online.com – Tulisan Soe Hok Gle berikut ini, pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1964, dengan judul asli Tjukilan Sedjarah Akrobatik Kontra PID.
--
Di suatu desa Jawa Timur hidup seorang priyayi rendahan bersama anak isterinya. Keluarga itu mempunyai seekor kambing, gemuk, bagus, kesayangan anaknya.
Pada suatu hari, datanglah seorang kulit putih. Serta melihat kambing itu, katanya, “Ah, kambing sebagus ini tak pantas dipelihara di sini. Lebih baik di halaman rumah saja.”
Priyayi rendahan itu tak dapat berbuat apa-apa, karena orang kulit putih itu, pegawai atasannya yang berkebangsaan Belanda. Kuasa berbuat “tak adil”.
Baca juga: Masa Kecil Bung Karno, Punya Kekuatan Supranatural tapi Lenyap Setelah Hobi Berpidato
Tak lama kemudian, anak priyayi itu mengadakan perjalanan dengan naik kereta api. Mendadak di tengah jalan penumpang-penumpangnya disuruh turun, duduk dengan patuh karena . . . seorang Belanda akan lewat!
Peristiwa-peristiwa itu membekas amat dalam pada anak kecil itu. Kemudian ketika ia dewasa ditulisnya sebuah buku kenang-kenangan dan kedua peristiwa itu dilukiskannya dengan teliti. Pada saat itu anak tadi sudah dewasa malahan sudah menjadi dokter, Dr. Soetomo.
Pengalaman-pengalaman pribadi seiingkali menentukan sikap seseorang. Mungkin sewaktu terjadinja peristiwa itu, belum tahu benar makna yang sesungguhnya, tetapi begitu mendalam kesan-kesannya sehingga kemudian dewasa muncul kembali.
Mengapa Abraham Lincoln begitu menentang perbudakan sehingga rela mengobarkan perang saudara? Bukan karena mendengar atau membaca perihal nasib budak Negro. Ia mengalaminya sendiri.
Baca juga: Agar Bisa Disiplin, Waktu Kecil Bung Karno Biasa Dihajar Pakai Gebukan Rotan oleh Ayahnya
Pada suatu hari ia menyaksikan seorang gadis keturunan Negro dilelang dengan tak sopan seperti orang melelangkan kuda.
Dr. Cipto Mangunkusumo pernah mendapat tilgram dari ajahnya. Berisi permintaan, agar ia tak ikut-ikut pergerakan. Karena banyak menjusahkan. Permintaan ayahnya terpaksa ditolak.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR