Intisari-online.com - Sewaktu Soekarno (Bung Karno) masih kecil dan hidup di zaman penjajahan Belanda, penderitaan dan kesusahan hidup merupakan hal yang biasa.
Apalagi ayah Bung Karno hanya seorang guru bergaji pas-pasan dan rumah yang ditempatinya pun hanya mengontrak. Jadi hanya untuk sekadar makan nasi pun susah.
Tapi warga sekitar tempat keluarga Bung Karno yang saat itu tinggal di Mojokerto suka membantu sehingga untuk makan nasi sekali sehari masih bisa.
Misalnya saja keluarga Bung Karno sering mengalami kekurangan beras sehingga untuk mendapatkan sekedar sekaleng beras saja sering harus bergantung kepada kebaikan tetangga yang kerap memberinya.
Bung Karno yang semula bernama Kusno bahkan sering mengalami sakit-sakitan sehingga untuk menghindari seringnya sakit itu, nama Kusno pun diganti dengan nama Soekarno.
Dengan kondisi kehidupan orangtuanya yang masih serba pas-pasan , kakek dan nenek Bung Karno dari pihak bapaknya tidak mau tinggal diam dan meminta Bung Karno untuk tinggal bersamanya untuk sementara waktu.
Sebagai kakek nenek yang memiliki usaha kecil di bidang batik di daerah Tulungagung , kalau hanya memberi makan kepada Bung Karno saja, sang kakek dan nenek jelas tidak mengalami kesulitan.
Bung Karno pun untuk sementara waktu tinggal bersama kakeknya di daerah Tulungagung yang letaknya tidak jauh dari Mojokerto.
Ketika tinggal bersama kakek neneknya itu, Bung Karno ternyata 'dideteksi' oleh kakeknya sebagai anak yang memiliki kekuatan supranatural (gaib).
Kemampuan gaib Bung Karno yang terletak pada lidahnya kemudian tidak disia-siakan oleh kakek neneknya.
Misalnya jika ada warga desa yang sedang jatuh sakit atau mendapat luka, sang nenek akan memanggil Bung Karno.
Lalu sang nenek akan menyuruh Bung Karno menyembuhkan orang yang sedang sakit dengan cara menjilati bagian tubuhnya yang sakit.
Source | : | dari berbagai sumber |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR