Advertorial
Intisari-Online.com – Tidak banyak masyarakat yang tahu kebiasaan sehari-hari Bung Karno (BK) semasa hidupnya.
Pribadinya yang sederhana dan akrab lagi lugas semakin tampak ketika H. Mangil Martowidjojo, mantan Komandan Detasemen Kawal Pribadi, menuangkan pengalamannya dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945 – 1967 (Grasindo, 1999) seperti disarikan berikut ini.
--
Benci penjajahan dan penindasan, Bung Karno juga tidak senang melihat burung dalam sangkar.
Baca juga: Gara-gara Harus Memberikan Sumbangan pada Bung Karno, Diturunkan Pangkatnya di Istana Merdeka
Pada suatu hari, BK mengadakan inspeksi mendadak ke asrama DKP, yang letaknya berjejer dengan Istana Merdeka. la melihat burung dipelihara dalam sangkar. Pemiliknya segera dipanggil dan diperintah untuk melepaskannya.
Katanya, "Kasihan burung itu, biarkan dia mencari makan di alam bebas. Kamu orang belum pernah mengalami bagaimana susahnya orang ditahan, dipenjarakan tanpa ada kesalahan. Maka, jangan ada pengawal saya memenjarakan burung dalam sangkar, sekalipun sangkarnya dari emas."
BK sering berziarah, nyekar ke makam ayahnya di Pemakaman Karet, Jakarta. Kadang-kadang di malam hari, tetapi sering pada siang hari, dan melihat gelandangan mengemis.
Suatu hari di istana, sekembalinya dari nyekar, BK memanggil Mangil dan berkata, "Coba, Mangil, engkau tanya sama orang sedang menggendong anak kecil sambil menyusui itu, sebetulnya mereka itu punya rumah apa tidak, baik di Jakarta maupun di daerah.
Baca juga: Terbiasa Hidup Susah, Bung Karno Pun Jadi 'Penyelundup' Saat Diasingkan ke Flores
Dan kalau memang tidak punya rumah, apakah mereka itu sanggup dipindahkan ke tempat lain. Agar kalau Bapak kalau lewat di tempat itu, orang perempuan yang menggendong anak kecil sudah tidak ada di sana. Saya merasa kasihan sekali kepada perempuan yang menggendong anak kecil itu. Entah bagaimana caranya, ini Bapak ada uang sedikit, kasihkan kepada mereka."
Suatu ketika BK sedang menonton film di istana, ada adegan kijang kesakitan, ditembak seorang pemburu sementara kijang itu masih mempunyai anak yang harus disusui. Beberapa penonton, baik pelayan maupun pengawal, ketawa cekikikan, karena menurut pemandangan mereka adegan tersebut sangat lucu.
Bung Karno langsung berteriak, "Diam, kamu orang itu tidak tahu rasa kasihan." Penonton langsung cep klakep, tidak ada yang berani berkutik.
Di sekitar Kandangan, Jawa Timur, tempat BK diungsikan ketika Yogyakarta diserang Belanda, 21 Juli 1947, masih banyak kijang liar. Suatu hari, seorang pengawal berhasil menembak mati seekor kijang.
Baca juga: Tak Ingin Lihat Istri-Istri Suaminya, Fatmawati Tak Pernah Jenguk dan Hadiri Pemakaman Bung Karno
Lalu dagingnya dimasak dan dibagi-bagikan kepada semua teman pengawal. Daging terbaiknya disisakan untuk dibuat dendeng. Setelah siap, dendeng itu diserahkan kepada koki yang memasak makanan untuk BK.
Bung Karno tahu, dendeng itu hasil berburu. Akibatnya, para pengawal dikumpulkan oleh BK.
Lalu, ia berkata, "Kamu orang ini betul-betul tidak mempunyai rasa kasihan kepada sesama hidup. Apa salahnya kijang itu kamu tembak? Bagaimana kalau kijang yang kamu tembak itu masih mempunyai anak kecil yang masih memerlukan pertolongan induknya? Apakah kamu orang di sini kekurangan makan?"
Semua pengawal diam dan mulgi saat itu tidak ada lagi anggota pengawal yang berburu.
Bung Karno yang gagah dan lantang membangkitkan semangat rakyat (pemuda) untuk mengusir Belanda dengan semboyan: "Sekali Merdeka Tetap Merdeka", ternyata juga pernah menangis.
Tanggal 18 Juli 1955, BK naik haji ke Tanah Suci Mekkah. Ia bersama beberapa rombongan sempat mengheningkan cipta dan berdoa di samping makam Nabi Muhammad di Madinah. Saat itu BK menangis seperti anak kecil. (A. Hery Suyono)
Baca juga: Bukan karena Dibentak, para Pengawal Justru akan Gemetar Jika Bung Karno Sudah Pegang Sapu