Kompas.com berkesempatan berbincang dengan Martinus, Jumat (13/12/2019). Ia bercerita, sebelum istrinya sakit, keduanya bahu membahu menghidupi keluarga.
Namun ketika istrinya sakit pada 2007 lalu, Martinus harus berjuang sendirian menghidupi rumah tangga.
"Untuk menghidupkan keluarga, saya menerima beras dari tetangga atau keluarga atau orang yang memiliki kecukupan yang berkunjung saat berkunjung ke rumah.”
“Hidup kami atas belas kasihan tetangga dan orang yang selalu mengunjungi rumah kami," ujar Martinus.
Dengan keterbatasan itu, Martinus tidak bisa bekerja.
Tetangga Martinus, Donikus Wangku menjelaskan, Martinus memasak untuk keluarganya setiap hari.
Martinus bisa meraba beras, periuk dan meletakkan periuk di tungku api. Beras yang diperoleh keluarga ini dari belas kasihan dari tetangga atau warga lain.
"Kondisinya sangat memprihatinkan dan penuh sengsara," tutur Wangku.
Wangku menjelaskan, keluarga ini selalu berada di dalam rumah.
Selain tetangga sekitar, beberapa kali suster atau petugas dari Paroki mengantar beras untuk dimasak. Beberapa kali Martinus mendapatkan uang dari warga.
Uang itu digunakan untuk membeli sayuran dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
"Masakan nasi dan sayur dari Bapak Martinus sangat enak untuk mereka makan bertiga," ujar Wangku.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR