Nah, sifat OSR saya anggap agak kampung dan daur ulang. Lagu-lagu lama kami up grade. Kami menawarkan harmoni baru yang berbeda dengan yang sudah ada.
Misalnya saja lagu Tanjung Perak kami buat dengan beat keroncong. Atau lagu dangdut Begadangnya Rhoma Irama, dengan speed yang berbeda dengan aslinya.
Berarti format lagunya, kan, sudah berubah. Ya. mencari alternatif baru.
Melihat komposisi musik Anda dalam KE, Anda sering menggunakan musik perkusi yang tak lazim?
Memang kita sering membuat sendiri musik perkusi yang sering tidak dipandang orang.
Seperti kotak kaleng tempat orang jualan arum manis (kembang gula berbentuk kapas) yang saya pinjam dari Mas Sentot (suami penari Retno Maruti - Red.), yang diperoleh di NTB.
Kaleng ini saya perbanyak. Setelah ditabuh mampu mengeluarkan bunyi yang menarik dan enak didengar.
Dalam pentas lalu, musik perkusi dari kaleng arum manis ini kami tampilkan.
Saya kira ini sesuatu yang baru. Musik perkusi yang kami buat sendiri, kami padukan dengan macam-macam gamelan Jawa, Bali, alat musik Afrika, serta Jepang.
Dalam komposisi musik garapan kami ini, seorang pemusik minimal bisa memainkan 6 alat. Saya sendiri memainkan 15 alat musik.
Apa yang membuat Anda tetap konsisten menekuni musik etnik?
Sederhana saja. Sejak awal saya bertekad ingin menyumbangkan kebisaan saya dan membantu mengenalkan musik tradisi yang pernah saya kenal sejak kecil.
Saya ingin generasi muda kita tertarik pada musik etnik. Terus terang saya sedih melihat mereka kurang memahami bahkan tidak tahu musik etnik.
Makanya saya menganggap perlu sering mengadakan konser musik etnik seperti ini.
Saya yakin, musik tradisi punya posisi yang baik serta menarik. Kalau sampai sekarang saya tetap konsisten, saya ingin meyakinkan mereka bahwa musik etnik mampu mendapal tempat yang pantas.
Mudah-mudahan bisa menarik mereka. Selanjutnya mereka ingin mengenal musik tradisional yang sesungguhnya.
Jadi Anda yakin musik etnik akan tetap tumbuh?
Saya percaya. Apalagi musik etnik ini sekarang sudah menjadi perbincangan nasional. (Kurniasih Tjitradjaja, Henry Ismono)
Baca Juga: Aktivis Anti Kekerasan Munir Thalib Ternyata Ketularan Suka Musik Klasik Gara-gara si Kecil
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR