Advertorial
Intisari-Online.com – Masihkah Anda ingat Gerakan Mahasiswa Indonesia pada tahun 1998?
Saat itu, ratusan mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR dan berhasil membuat Soeharto mundur dari jabatan Presiden Republik Indonesia setelah 32 tahun menjabat.
Kejadian ini terjadi pada 21 Mei 1998 dan dikenal sebagai salah satu peristiwa bersejarah di Indonesia.
Rupanya, aksi mahasiswa tersebut juga terjadi di beberapa negara. Salah satunya Iran.
Pada tanggal 4 November 1979, terjadi sebuah aksi pengepungan di mana mahasiswa Iran mengepung dan menduduki Kedutaan Besar AS di Teheran.
Akibat pengepungan yang terjadi pada 40 tahun lalu itu, puluhan orang warga AS disandera selama 444 hari.
Bisa dibilang aksi ini merupakan salah satu peristiwa penting yang mengubah Iran.
Kerusuhan di Iran
Persitiwa ini meninggalkan beragam kisah, salah satunya adalah tergulingnya Shah atau Raja Iran, Mohammad Reza Pahlavi.
Pada dekade 1970-an, banyak masyarakat Iran yang sudah muak dengan kepemimpinan Shah.
Meski selama kepemimpinannya, Iran menuai berbagai kemajuan, namun kalangan oposisi menilai pemerintahan Pahlavi korup.
Mereka menuduh, pembagian hasil minyak tak merata dan banyak penekanan terhadap lawan politik.
Bukan itu saja, kalangan religius di negeri itu juga menilai upaya westernisasi Pahlavi bertentangan dengan ajaran agama.
Sebagai protes, mereka beralih ke sosok Ruhollah Khomeini, seorang ulama yang memimpin gerakan revolusioner Islam di negeri itu.
Puncaknya yakni pada September 1978, sebuah peristiwa yang disebut Black Friday berlangsung.
Kala itu, ribuan orang berkumpul di Lapangan Jaleh dan menuntut Ayatollah Khomeini kembali ke Iran.
Namun, aksi demonstrasi ini menuai murka masyarakat ketika pasukan kerajaan yang tak terlatih melepaskan tembakan dan membunuh 89 orang.
Bahkan insiden itu menimbulkan gelombang aksi unjuk rasa yang lebih besar.
Hingga akhirnya, pada Juli 1979, kaum revolusioner memaksa Shah untuk membubarkan pemerintahannya.
Upaya tersebut berhasil dan membuat Shah Iran harus melarikan diri ke Mesir.
Pengepungan kedutaan AS
Dalam upayanya melarikan diri dari Tanah Airnya, Reza Pahlavi menderita sakit kaner limfatik.
Pada waktu itu, Presiden AS, Jimmy Carter, mengizinkan Pahlavi untuk mengunjungi negaranya guna melakukan pegobatan.
Sontak kabar ini menuai kontra di Iran.
Hubungan Iran dan AS yang telah lama panas membuat para demonstran yang terdiri dari mahasiswa menyerbu kantor Kedutaan Besar AS di Teheran.
Kelompok mahasiwa pro-Ayatollah tersebut kemudian memasuki gedung kedubes, pada tanggal 4 November 1979 atau tepat setelah Pahlavi tiba di New York.
Begitu masuk, mereka menyandera 66 orang yang sebagian besar merupakan para diplomat dan karyawan kedutaan.
Setelah beberapa saat, sebanyak 13 orang sandera dibebaskan.
Peyanderaan ini membuat AS berusaha memulai beberapa manuver diplomatik.
Namun upaya tersebut tidak mampu membebaskan para sandera.
Pada akhirnya, setelah upaya itu gagal, AS memberikan sanksi serta membekukan aset Iran di negara itu.
Meski tidak mengalami cedera serius, namun para sandera mendapatkan perlakuan yang merendahkan.
Mata mereka selalu ditutup dan tidak diizinkan berbicara dengan orang lain. Bahkan mereka juga jarang diizinkan berganti pakaian.
Sepanjang penyanderaan, tidak ada kepastian kapan mereka akan segera keluar dari kondisi itu.
Para sandera tidak pernah tahu apakah mereka akan disiksa, dibunuh atau dibebaskan.
Kegagalan operasi pembebasan sandera
Upaya Presiden Carter untuk mengakhiri krisis sandera segera menjadi salah satu prioritas utamanya.
Pada 24 April 1980 sore, Carter memutuskan untuk meluncurkan misi penyelamatan militer berisiko yang dikenal sebagai Operasi Eagle Claw.
Sebanyak delapan buah helikopter diterbangkan dari kapal induk USS Nimitz ke sebuah jalan terpencil yang berfungsi sebagai landasan di Gurun Garam Besar di Tabas, wilayah timur Iran.
Di tempat itu, seluruh helikopter yang diterbangkan menghadapi badai yang merusak dua buah helikopter yang terbang tanpa komunikasi radio.
Setelah itu, sehari kemudian, enam buah helikopter yang ada dijadwalkan bertemu dengan beberapa pesawat angkut di lokasi pendaratan.
Namun saat tiba di lokasi pertemuan, satu helikopter mengalami kerusakan.
Kondisi tersebut akhirnya memaksa Kolonel Charles Alvin Beckwith mengusulkan agar operasi penyelamatan dibatalkan. Usul ini disetujui oleh Presiden Carter.
Sebelum kembali, satu buah helikopter menabrak pesawat Hercules yang berfungsi sebagai tanker dan menewaskan delapan orang prajurit AS.
Kegagalan operasi ini kemudian membuat Panglima Angkatan Bersenjata AS memerintahkan adanya investigasi menyeluruh.
Hasilanya, tim invetigas menemukan 23 masalah signifikan yang dianggap sebagai penyebab kegagalan misi itu.
Akibat kegagalan misi ini, ke-52 warga AS yang masih menjadi sandera harus mendekam di Iran selama 270 hari lagi.
Setelah kegagalan misi AS itu, pemimpin spiritual Iran, Ayatollah Khomeini menyebut hal tersebut adalah campur tangan Tuhan.
Hal ini kemudian melejitkan nama Khomeini dan menurunkan popularitas Carter.
Bahkan, gagalnya operasi penyelamatan sandera menyebabkan peluang Carter untuk memperebutkan masa jabatan kedua tertutup.
Pembebasan sandera
Setelah misi, tak lama kemudian, AS menerima bantuan dari pemerintah Aljazair.
Sebuah negosiasi akhirnya digelar untuk membahas hal tersebut.
Kemudian pada 21 Januari 1981, hanya beberapa jam setelah Ronald Reagan menyampaikan pidatonya, para sandera yang tersisa dibebaskan setelah ditahan selama 444 hari.
Pembebasan ini dilakukan menyusul pencairan aset Iran yang dibekukan. Adapun nominal aset tersebut sebesar 8 juta dollar AS. (Rosiana Haryanti)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Pengepungan Kedubes AS di Iran Selama 444 Hari")