Setelah keluar dari kantor, Kudus tidak memiliki pekerjaan dan memilih kerja serabutan seperti mengamen, pengepul plastik hingga mencoba kuli bangunan.
"Pak, saya itu tamatan kelas 5 SD, ya alhamdulilah saya bisa baca dan tulis. Sempat kerja jadi OB. Nah, mungkin karena kantornya butuh pegawai yang punya ijazah, ya sudah, saya keluar. Saya pernah lah kerja dan tahu kerja sama orang Pak," ucap dia.
Tidak ada penghasilan yang tetap, membuat dirinya dan 2 keluarga yang hidup di rumahnya tidak mampu membayar listrik.
"Adik saya jaga toko lah ya gitu, enggak ada pemasukan, akhirnya diputus. Ya sudah biasa, makanya gelap-gelapan seperti ini," ucap Kudus.
Tak ingin mengemis hingga gunakan toilet umum Situasi serba susah yang dialami Kudus tidak membuatnya putus asa. Kudus terus berjuang demi memenuhi kebutuhan hidup sehari.
"Saya enggak ngemis Pak, paling ya ngamen kalau ada bantuan ya saya terima. Pokoknya tidak mengemis," ucap Kudus.
Terdapat juga puluhan botol plastik yang berada di depan rumah Kudus. Botol itu dikumpulkan untuk ditukar dan mendapat bayaran.
Sebagian botol-botol yang dikumpulkan merupakan pemberian sukarela dari warga setempat.
Baca Juga: Nodai Reputasinya Sebagai Makanan Sehat, 5 Sayuran Ini Pernah 'Membunuh' Manusia, Kok Bisa?
"Biasa dapat Rp 5.000 sampai Rp 10.000 dari kumpulin botol ini, diberikan ke pengepul. Atau pemulung datang kasih uang ke saya, ya cukup buat makan," tutur Kudus.
Uang dari botol-botol plastik itulah yang digunakan Kudus agar bisa menyambung hidup untuk membeli makan.
Menurut Kudus, bila ingin ke toilet, dirinya harus menuju ke WC umum atau MCK umum.
Fasilitas umum tersebut digunakan untuk mencuci pakaian, mandi hingga buang air besar.
"Kalau ke WC ya WC umum bayar Rp 2.000, itu sekalian semuanya. Kadang juga enggak bayar orang juga sudah paham Pak," ucap Kudus. (Bonfilio Mahendra)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Kudus, Pria yang 10 Tahun Hidup Tanpa Listrik di Jakarta
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR